Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Jelaskan Ulang soal Angka Rp 7.200 T

Kompas.com - 18/06/2014, 07:22 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan data besaran nominal Rp 7.200 triliun per tahun yang pernah muncul dari institusi ini merupakan angka potensi pendapatan negara yang hilang karena penerapan sistem pengelolaan sumber daya alam pada saat ini. Ditegaskan bahwa angka itu bukan kebocoran anggaran negara.

"Angkanya sudah benar, tapi itu potensi penerimaan yang seharusnya didapatkan. Jadi (angka itu adalah) potensi penerimaan negara yang harus didapatkan Rp 1.000 sampai Rp 7.000 triliun seandainya sistem pengelolaan sumber daya alam diperbaiki," kata Ketua KPK Abraham Samad, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (17/6/2014) malam.

Abraham menyampaikan penegasan ini untuk meluruskan pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang mengaku merujuk data kebocoran anggaran dari pernyataaannya. Saat debat capres, Minggu (15/6/2014), Prabowo menyebutkan ada kebocoran pendapatan negara sekitar Rp 7.200 triliun. Dia mengaku mengutip angka Rp 7.200 triliun tersebut dari pernyataaan Abraham.

Potensi penerimaan negara Rp 7.200 trilun, tegas Abraham, berbeda dengan kebocoran sebesar nominal itu. "Bukan kebocoran melainkan potensi penerimaan yang seharusnya bisa didapat itu jadi tidak didapat. Beda dengan kebocoran."

Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memaparkan lebih jauh perbedaan antara potensi pendapatan negara dan kebocoran anggaran untuk nominal Rp 7.200 yang sama. "Kalau kebocoran itu dananya sudah ada (terlebih dahulu), lalu bocor," ujar dia.

Menurut Bambang, besaran nominal potensi pendapatan negara tersebut didapat dari perhitungan pajak batu bara dengan menghitung data impor dan ekspor yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu, dilihat pula dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Bambang pun menyanggah KPK tidak melakukan penyelamatan atas potensi penerimaan negara itu. Dalam 10 tahun terakhir, ujar dia, KPK menyelamatkan uang negara senilai Rp 260 triliun, baik dari pencegahan maupun penindakan. Dia menyebutkan contoh kerja sama KPK dan lima departemen dalam menyelamatkan potensi penerimaan dari sektor batu bara di 33 provinsi.

Di antara penyelamatan potensi penerimaan negara tersebut, lanjut Bambang, adalah temuan KPK bahwa hanya 50 persen sampai 60 persen dari 11.000 perusahaan yang bekerja di sektor pertambangan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP). "KPK masuk di situ. Itu sektor revenue. Kalau (disebut) ada penegak hukum belum masuk sektor revenue, itu agak salah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com