Oleh Dedi Muhtadi
KOMPAS.com - Ada yang unik saat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menggelar rapat tahunan Musyawarah Perencanaan Pembangunan 2014. Tidak hanya rapat atau rembukan, Bappeda juga menggelar Karawang Development Expo Tahun 2014 di Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang.
Selama ini, kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) terkesan monoton dan seremonial. Maka, pada tahun ini, digelar pameran pembangunan sebagai sarana promosi, edukasi, dan promosi atas kinerja pemerintah daerah. Pameran selama dua hari, Rabu-Kamis (12-13/3/2014), dengan 40 stan itu, ditampilkan oleh semua satuan kerja perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten Karawang.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karawang Samsuri S, pembangunan Karawang yang semuanya tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sebagai acuan, diharapkan terus dilakukan sesuai target. Selama ini, katanya, pembangunan di beberapa bidang sudah banyak dirasakan oleh masyarakat. "Pembangunan selama ini berlangsung sehat, ideal, dan berwawasan lingkungan," ujar Bupati Karawang Ade Swara.
Kegiatan ini diharapkan meningkatkan pasar produk lokal di tengah upaya meningkatkan perekonomian berbasis sumber daya lokal. Selain itu, hal tersebut menjadi sarana informasi yang luas bagi masyarakat terhadap pencapaian keberhasilan pembangunan selama ini.
Investasi asing
Penataan ruang di Karawang menjadi krusial sebab kabupaten yang merupakan lumbung padi nasional ini tengah diburu investasi asing, terutama Jepang. Selain membangun industri otomotif dan elektronik, Jepang juga berniat membantu membangun bandara internasional dan pelabuhan laut di Cilamaya, pantai utara Karawang.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Jabar, Karawang menempati urutan ketiga terbesar investasi atau memiliki porsi 43 persen dari total investasi di Jabar. Target Jabar adalah 16 persen dari investasi nasional sebesar Rp 390 triliun. Investor terbesar berasal dari Jepang, terutama di bidang industri logam dan mesin.
Bagi Pemerintah Indonesia, pembangunan bandara ini sekaligus untuk mengurangi beban Bandara Soekarno-Hatta yang kini sudah kelebihan kapasitas. Namun, bagi Karawang, hal itu menjadi dilematis, karena Karawang harus mempertahankan lumbung padi seluas 94.311 hektar sawah dengan produksi 1,435 juta ton gabah kering panen.
Sebagian besar sawah itu terletak di Karawang utara yang diairi dari Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Tiap tahun, lumbung padi itu menyusut 200 hektar karena beralih fungsi, terutama menjadi lahan tembok dan beton.
Areal pertanian ini merupakan modal dasar penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus menunjang Karawang sebagai lumbung padi Jabar dan nasional. Akan tetapi, lahan tidak bisa diperluas sehingga Karawang harus menempatkan kawasan industri pada lahan seluas 12.000 hektar di Karawang selatan.
Karawang selatan, selama ini, merupakan daerah tangkapan air untuk sejumlah sungai, terutama Sungai Cibeet. Tiap tahun, sungai yang bermuara ke Sungai Citarum di pinggiran Kota Karawang ini meluap dan menggenangi permukiman dan lahan pertanian.
Perum Jasa Tirta (PJT) II, sebagai pengelola Waduk Jatiluhur, menyatakan, banjir yang terjadi di wilayah Karawang akibat luapan Sungai Cibeet. ”Peningkatan debit air yang terjadi di Sungai Cibeet tidak melalui suatu sistem penyimpanan air (storage system), yaitu waduk-waduk penampung air,” ujar Direktur Pengelolaan PJT II, Harry M Sungguh.
Divisi Bendung Curug PJT II mencatat, debit Sungai Cibeet tertinggi dicapai dengan tinggi muka air (TMA) 13,35 meter di atas permukaan laut (DPL) pada 19 Januari 2014. Saat itu, debit air mencapai 1.207 meter per detik.
”Debit tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya adalah 1.170 meter kubik per detik dengan TMA 13,20 meter DPL pada banjir besar 2010,” ujar Kepala Bagian Perencanaan Teknik dan Usah Bendung Curug Bima K, di Curug, Kabupaten Karawang. Padahal, pada musim kemarau, Sungai Cibeet sering kering atau debitnya mendekati 0.