Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RUU KUHP/KUHAP Berlanjut, Golput Diprediksi Meningkat

Kompas.com - 22/02/2014, 17:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas khawatir jumlah golongan putih (golput), atau warga yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum nantinya akan meningkat jika Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melanjutkan pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di masa tugas DPR periode 2009-2014 yang singkat ini. Menurut Busyro, pembahasan dua RUU yang terkesan dipaksakan itu dikhawatirkan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada anggota Dewan dan instansi Pemerintah.

"Jika tetap diteruskan di saat anggota DPR tidak mungkin serius dan fokus, itu Pemerintah dan DPR menabuh gendang penipuan rakyat. Saya yakin jumlah golput akan meledak," kata Busyro melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Sabtu (22/2/2014).

Selain itu, menurut Busyro, kualitas RUU KUHP dan RUU KUHAP patut diragukan jika dibahas DPR dalam tenggang waktu yang singkat ini. Saat ini, menurutnya, rata-rata anggota DPR cenderung tengah berkonsentrasi mempersiapkan pemilu legislatif.

"Apakah mereka yakin dengan kualitas pembahasan sekarang, di saat mereka (DPR), 80 persennya memikirkan nasib hidupnya di DPR? Yang pasti jika Presiden dan DPR, jujur, sejak awal tidak main di lorong gelap. Bukan zamannya lagi mengulangi rezim orde baru yang main tipu politik, rakyat sudah semakin melek politik," katanya.

Busyro juga mempertanyakan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemberantasan tindak pidana korupsi berkaitan dengan draf revisi KUHP dan KUHAP tersebut. KPK menilai, sejumlah poin dalam revisi dua undang-undang tersebut berpotensi melemahkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Menurut Busyro, Presiden tidak peka terhadap fenomena korupsi yang berkembang masif di Indonesia. Korupsi, menurut Busyro, terjadi di semua lini, mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, hingga di tingkat legislatif.

"Tidakkah Presiden sudah paham, sudah terjadi letusan korupsi di Kemenag, Kementan, SKK Migas, Kemenpora, puluhan anggota DPR, pusat, daerah, pemprov, pemda, Korlantas, sektor pajak, elite-elite parpol. Bukankah itu jauh lebih dahsyat dari abu Kelud dan Sinabung yang sudah dahsyat juga? Untuk apa Presiden kunjungi korban Sinabung dan Kelud jika letusan abu korupsi telah mematikan jutaan rakyat pelan-pelan, malah tidak peka," tuturnya.

Dia juga merasa miris atas sikap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang selama ini tidak mempertimbangkan masukan KPK atas revisi RUU KUHP dan KUHAP tersebut. Busyro mempertanyakan mengapa baru sekarang pemerintah meminta masukan dari KPK terkait hal ini.

Mantan Ketua Komisi Yudisial ini juga mengatakan, KPK jelas menolak RUU KUHP dan KUHAP dibahas di DPR. KPK telah mengirimkan masukan secara tertulis melalui surat kepada Presiden dan DPR terkait dua RUU ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com