JAKARTA, KOMPAS.com — Haryo Wibowo, pengacara petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor, mengatakan bahwa kliennya turut ditanyai penyidik mengenai proyek pembangunan gedung DPR. Menurut Haryo, Adhi Karya pernah dimintai uang oleh pihak DPR agar perusahaannya dapat memenangi proyek itu.
"Ada, tadi pemeriksaan memang gedung DPR, masalah grand design. Memang kelihatan sekali di DPR itu Adhi Karya dimintai uang," kata Haryo seusai kliennya diperiksa terkait kasus dugaan korupsi Hambalang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1/2014).
Atas permintaan itu, Bagus akhirnya memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota DPR. Namun, Haryo mengaku lupa siapa saja anggota DPR yang menerima uang dari Adhi Karya. Pengeluaran uang itu diurus oleh Manajer Pemasaran PT Adhi Karya Arief Taufiqurahman.
"Ada beberapa nama, tapi saya lupa. Itu yang minta Arief itu. Yang terekam dalam bon sementara. Konstruksi permintaan uang dari Arief itu karena Arief ini yang tahu medannya di lapangan, lalu memberikan laporan kepada Pak Bagus," terang Haryo.
Haryo mengatakan, uang itu kemudian diberikan Adhi Karya secara bertahap. Namun, ia juga mengaku lupa total uang yang diberikan.
"Lupa totalnya. Ya, lumayan banyak juga, sih," katanya.
Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie mengaku mengetahui bahwa memang ada dugaan suap dalam rencana proyek pembangunan gedung DPR senilai Rp 1,16 triliun itu. Hal ini dia ketahui setelah ada fraksi di DPR yang mengajukan protes karena hanya menerima sedikit uang dari proyek tersebut.
Marzuki mencium adanya permainan antara kontraktor dan anggota Dewan. Dia pun telah memanggil peserta tender pembangunan gedung, tak terkecuali PT Adhi Karya. Terkait dugaan suap tersebut, Marzuki pun pernah dipanggil oleh KPK pada akhir Oktober 2013.
Dalam pemeriksaan itu, Marzuki mengaku ditanya soal pengeluaran uang BUMN untuk proyek pembangunan gedung DPR. Uang ini ditengarai merupakan suap untuk para anggota Dewan.
Menurut Marzuki, KPK sudah memiliki daftar nama anggota DPR yang diduga menerima suap dari rencana proyek pembangunan gedung baru DPR. Proyek ini akhirnya kandas setelah dihujani kritik dan kecaman pada 2011.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.