Di sana, Anies sempat berbincang soal perjalanannya menempuh jarak 3.000 kilometer yang bertujuan menyalakan kembali harapan. Anies pun kembali mengulang misinya untuk melakukan pergerakan. "Sering kali masalah di negeri ini tidak selesai karena orang baik memilih untuk diam. Saya mengajak untuk turun tangan," ucap Anies.
Dia menjelaskan, melakukan sebuah gerakan yang menitikberatkan pada pemuda bukanlah hal yang mudah. Namun, Anies mencontohkan dirinya sudah memulai gerakan Indonesia Mengajar yang menghimpun sejumlah mahasiswa berprestasi untuk mengajar di daerah pedalaman.
"Mereka bahkan mendaftar tidak mau dibayar. Sudah ada kebanggaan bagi mereka untuk jadi bagian dari Indonesia Mengajar. Gerakan seperti ini yang diperlukan," ucap Anies.
Gus Mus berbalik cerita ringan soal kehidupan santrinya dulu. Dia pun berseloroh soal kyai di pesisir pantai. "Selama ini kan kyai yang dihormati itu yang di pedalaman. Yang di pelosok, yang keramat. Kalau yang di pinggir pantai begini, dibilang orang gila," seloroh Gus Mus yang gemar mengkritik masalah bangsa melalui lukisan dan syair puisi ini. Dia mengakui perjuangan dari sebuah gerakan tidaklah mudah.
"Insya Allah, saya doakan," ujar Gus Mus sambil memimpin doa bagi Anies.
Usai bercakap-cakap, Anies yang hadir bersama tiga anaknya beserta rombongan bersantap siang. Setelah itu, Anies pun menyerahkan sebuah cinderamata kepada Gus Mus berupa kanvas bertuliskan kalimat yang dibuatnya secara spontan.
Anies pun didaulat Gus Mus untuk membaca sebuah puisi karyanya yang berjudul "Negeri Sulapan". Puisi itu bercerita tentang sebuah negara yang makmur tapi tidak sejahtera. Setelah mengunjungi Gus Mus, Anies kemudian melanjutkan perjalanan ke Semarang untuk bertemu relawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.