"MH diduga melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen atau akta otentik palsu," kata Kasubdit Kemanan Negara dan Separatis Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pol Mashudi di Mabes Polri, Senin (16/12/2013).
Diterangkan Mashudi, Mabes Polri mendapatkan permohonan untuk melakukan pengejaran terhadap Hanif dari Kepolisian Singapura sejak 17 September 2013. Permohonanan tersebut diajukan lantaran Kepolisian Singapura memiliki kebijakan untuk melakukan pengawasan terhadap keluarga dari seorang terduga teroris.
Kemudian, ia menambahkan, setelah dilakukan penyelidikan, Hanif diketahui telah menghilangkan identitas maupun paspornya sejak tiba di Indonesia. Di samping itu, ia juga diketahui membuat identitas palsu berupa KTP dan SIM dengan menggunakan akta kelahiran palsu.
Setelah diketahui keberadaannya, Hanif pun kemudian ditangkap pada 21 Oktober 2013 di Jawa Tengah. Dari keterangan yang dihimpun, Hanif diketahui pernah belajar pada sejumlah pondok pesantren dan bertemu dengan sejumlah tokoh di Indonesia. Kendati demikian, Mashudi tak menyebutkan apakah tokoh yang dimaksud merupakan teroris yang beroperasi di Indonesia atau tidak.
"MH ini memang belum terkait teroris. Namun, di Singapura ada ketentuan bahwa keluarga teroris itu mendapat pengawasan khusus sehingga tidak bisa meninggalkan Singapura," ujarnya.
Lebih lanjut, Mashudi mengatakan, Hanif telah dipulangkan ke negara asalnya sejak 30 Oktober 2013 lalu. Pihak pemerintah Singapura langsung menjemputnya di Indonesia.
Untuk diketahui, ayah Hanif Mas Slamet Kastari merupakan pria kelahiran Kendal, Jawa Tengah pada 23 Januari 1961 silam. Pada 1990, Kastari diketahui bergabung dengan Darul Islam, sebuah gerakan yang berusaha mewujudkan negara Islam di Indonesia sejak tahun 1950-an. Darul Islam diduga memunculkan beberapa pimpinan dalam jaringan Jemaah Islamiah.
Kemudian, Kastari direkrut oleh Jemaah Islamiah (JI) Singapura pada 1992. Selama bergabung dengan JI ia pernah mengikuti pelatihan di Aghanistan dan mengambil alih kepemimpinan operasi JI di Singapura.
Pada Desember 2001, ia melarikan diri dari Singapura setelah pemerintah memburu 13 anggota JI atas tuduhan aksi terorisme. Ia pergi ke Medan lalu ke Bali melalui Malaysia dan Thailand. Perburuan itu terkait usaha penyerangan stasiun MRT Yishun dan kapal perang AS di Singapura. Kastari juga diduga merencanakan penyerangan terhadap pesawat-pesawat milik Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura yang berada di Bandara Changi.
Pada April 2002 pihak berwajib Singapura menyatakan Mas Slamet Kastari terlibat dalam penyerangan Bandara Changi. Kastari saat itu diketahui berada di sekitar Sumatera. Namun upaya pelariannya tersebut akhirnya segera tercium Kepolisian Indonesia yang akhirnya menangkapnya di Tanjung Pinang, Bintan pada Februari 2003.
Setelah ditangkap, Kastari kemudian divonis 18 bulan karena melanggar UU Imigrasi lantaran menggunakan dokumen palsu selama Februari 2003-Agustus 2004. Kemudian ia kembali menjalani hukuman selama 16 bulan penjara di Pasuruan, Jawa Timur akibat pelanggaran yang sama hingga Agustus 2005.
Pada Januari 2006, Kastari kembali ditangkap di Jawa Timur akibat kasus yang sama. Ia kemudian dideportasi ke Singapura untuk menjalani masa tahanan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA). Namun, pada Februari 2008 ia justru melarikan diri dari pusat tahanan Whitley Road. Kemudian, pihak Pemerintah Singapura melakukan penyelidikan atas insiden kaburnya Kastari.
Berdasarkan hasil penyelidikan diketahui bahwa ia kabur lantaran kelalaian petugas lapas. Sembilan pejabat dan sipir, termasuk komandan penjara diberi sanksi, mulai pemecatan hingga mutasi. Pada 8 Mei 2008, Kepolisian Diraja Malaysia mengendus keberadaan Kastari di Johor. Ia kemudian ditangkap dan ditahan di Malaysia hingga saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.