Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS: Pengaruh Ani Yudhoyono pada SBY Sudah Rahasia Umum

Kompas.com - 16/12/2013, 12:10 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai kabar penyadapan yang dilakukan Australia kepada Ibu Negara Ani Yudhoyono sebenarnya adalah informasi umum yang diketahui banyak pihak. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq menuturkan, banyak pihak dalam negeri sudah mengetahui bahwa Ani Yudhoyono sangat berpengaruh di kabinet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Soal Bu Ani yang katanya sangat berpengaruh, enggak perlu disadap, semua orang juga sudah tahu. Sudah menjadi rahasia umum," ujar Mahfudz di Kompleks Parlemen, Senin (16/12/2013).

Mahfudz mengatakan, Wikileaks hanya memaparkan informasi yang didapat dari intelijen Australia. Ketua Komisi I DPR ini yakin nantinya akan ada informasi-informasi lainnya terkait Istana yang dibocorkan Wikileaks ataupun Edward Snowden.

Kompas.com/SABRINA ASRIL Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq

Pihak Istana, lanjut Mahfudz, bisa saja memberikan bantahannya. Namun, Mahfudz mengingatkan bahwa bocoran informasi intelijen ini jangan sampai membuat gaduh politik dalam negeri.

"Jangan sampai menciptakan kegaduhan di dalam negeri dan justru dibuat sibuk akan bahan sadapan yang bocor ini," ucap Mahfudz.

Dia menuturkan, bocoran sadapan terhadap Ibu Negara bisa saja sebagai sarana pengalihan dari aksi penyadapan itu sendiri. Bagaimanapun, sebut Mahfudz, penyadapan tidak bisa dibenarkan. Apalagi, sikap Pemerintah Australia yang tidak mau bernegosiasi dengan Indonesia.

Alasan Australia

Media Australia, The Australian, membeberkan alasan intelijen di Negeri Kanguru itu menyadap telepon Ibu Negara, Kristiani Herawati alias Ani Yudhoyono, pada 2009 silam atau ketika SBY hendak memasuki periode kedua masa kepresidenannya. Rencana penyadapan terhadap Ani Yudhoyono pada 2009 itu sudah disiapkan dua tahun sebelumnya, yakni pada 2007.

Seperti diberitakan The Australian yang mendapat bocoran dari Wikileaks, pada 17 Oktober 2007, sebuah kawat diplomatik dikirim dari Kedutaan Australia di Jakarta kepada diplomat Amerika Serikat di Canberra dan CIA. Wikileaks mendapat salinan kawat diplomatik yang berjudul "A Cabinet of One -- Indonesia's First Lady Expands Her Influence". Di dalamnya, berisi peranan Ani Yudhoyono yang sudah tiga tahun menjadi first lady.

Di dalam pemberitaan itu, disebutkan pula bahwa penyadapan yang dilakukan Defence Signal Directorate (DSD) kepada Ani Yudhoyono karena Ibu Negara dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap SBY dan dianggap tengah menyiapkan kursi kekuasaan untuk putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono.

Ani Yudhoyono juga disebut sebagai broker kekuasaan yang baru di Indonesia. Posisi Bu Ani sebagai istri SBY membuatnya memiliki posisi penting dalam pengambilan keputusan di Pemerintah Indonesia. Kawat diplomatik yang dikirimkan dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta menuturkan bahwa Ani berhasil menjadi penasihat Presiden yang tak terbantahkan. Posisi Ani bahkan telah membuat penasihat penting lainnya tergusur.

"Ibu Negara diduga telah memanfaatkan aksesnya ke Presiden untuk membantu teman-temannya dan menyingkirkan musuhnya, termasuk Wapres Kalla," tulis media itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com