Episode lainnya adalah pengurusan hak atas tanah dan izin mendirikan bangunan, proses pembahasan anggaran di DPR, tahap pelelangan barang dan jasa, pelaksanaan konstruksi, serta pembayaran dan rekayasa akuntansi. Semua episode itu diduga dipenuhi penyimpangan dan korupsi.
Terkait persetujuan kontrak tahun jamak, jika Kementerian Keuangan tidak menyetujuinya, cerita dugaan korupsi proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara Rp 463,668 miliar mungkin tak terjadi. Ini karena proyek itu akan jadi proyek tahun tunggal dengan anggaran Rp 275 miliar pada 2010.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56/PMK.02/2010, ada dua pihak yang berperan penting dalam persetujuan kontrak tahun jamak, yakni Menteri Keuangan (Menkeu) yang saat itu dijabat Agus Martowardojo dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu dijabat Anny Ratnawati.
Pasal 2 Ayat 1 PMK menyatakan, kontrak tahun jamak harus mendapat persetujuan Menkeu. Sementara Pasal 6 Ayat 1 PMK menyebutkan, penyelesaian persetujuan kontrak tahun jamak oleh Menkeu dilakukan Dirjen Anggaran.
Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak pembangunan P3SON Hambalang diajukan (bekas) Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, 30 Juni 2010.
Saat bersaksi dalam persidangan kasus Hambalang dengan terdakwa Deddy Kusdinar, Anny Ratnawati yang kini menjabat Wakil Menkeu mengatakan, proses persetujuan sudah memenuhi aturan dan prosedur. Kemenkeu menyetujui kontrak tahun jamak berdasarkan surat Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk pekerjaan fisik dan konsultasi dengan nilai total Rp 1,175 triliun pada 6 Desember 2010.
Dalam perkembangannya, Agus Martowardojo minta Irjen Kemenkeu melakukan audit terhadap persetujuan kontrak tahun jamak tersebut. Hasilnya, ditemukan sejumlah penyimpangan.
Penyimpangan itu, antara lain, pengurusan kontrak tahun jamak dilakukan oleh Wafid Muharam, padahal seharusnya oleh Menteri Pemuda dan Olahraga. Permohonan itu juga tidak didukung rencana kerja anggaran kementerian.
Atas temuan itu, Agus Martowardojo, saat menjadi saksi persidangan dengan terdakwa Deddy Kusdinar, berpendapat, permohonan kontrak tahun jamak seharusnya ditolak.
Pada Maret 2013, Agus mengirimkan surat rekomendasi ke Presiden untuk memberikan sanksi atas penyimpangan itu yang diduga melibatkan Anny Ratnawati.
Namun, Anny Ratnawati menolak disalahkan. Di persidangan, dia menyatakan, permohonan persetujuan tahun jamak sudah disetujui Agus Martowardojo. Sebab, pada 1 Desember 2010, Agus Martowardojo memberikan disposisi atas nota dinas Dirjen Anggaran dengan catatan ”selesaikan”.
Anny Ratnawati mengartikan ”selesaikan” itu sebagai persetujuan. Pasalnya, di nota dinas itu tertulis klausul, jika Menkeu tak menolak atau berpendapat lain, bisa diartikan setuju.
Sementara Agus Martowardojo menjelaskan, kata ”selesaikan” yang ditulisnya bermakna bahwa proses persetujuan harus diselesaikan sesuai aturan. Artinya, disetujui jika sesuai aturan dan ditolak jika tidak sesuai aturan.
Dalam laporan audit investigatif Hambalang, BPK menyatakan, Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati merupakan pihak yang harus bertanggung jawab.
Jadi, siapa yang harus bertanggung jawab? (M Fajar Marta)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.