Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS: Mau Hukuman Ringan? Korupsilah yang Banyak

Kompas.com - 10/12/2013, 19:06 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengkritik putusan vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus suap impor daging sapi. Menurut Hidayat, vonis 16 tahun kurungan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara tidak adil.

Hidayat mencontohkan, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dihukum 7 tahun penjara, padahal kerugian negara yang disebabkan Nazaruddin lebih besar dibandingkan Luthfi. Nazaruddin diketahui terlibat dalam perkara korupsi Wisma Atlet.

Hidayat juga membandingkannya dengan vonis mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular, yakni 9 tahun. Padahal, lanjut Hidayat, kerugian negara yang diakibatkan Robert mencapai triliunan rupiah.

“Sementara Luthfi yang dituduh menerima Rp 1,3 miliar dari Fathanah, yang pada kenyataannya tak menerima satu persen pun, divonis 16 tahun penjara. Jadi terkesan kalau ingin korupsi, korupsilah yang banyak supaya hukumannya ringan,” imbuh Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/12/2013).

Hidayat menuturkan, PKS tidak ingin ada politisasi yang terjadi dalam proses hukum. Ia melihat vonis yang dirumuskan majelis hakim sangat janggal. Dia pun mendukung upaya Luthfi untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.

“Kami yakin tim kuasa hukum akan melakukan langkah progresif dalam mencari keadilan,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq. Ia menganggap vonis terhadap Luthfi adalah vonis politik. “Bukan saja mengabaikan fakta-fakta hukum di persidangan, tapi masyarakat mulai membandingkan vonis ini dengan kasus-kasus lain yang sudah diputus pengadilan. Festivalisasi kasus hukum ini belum akan berhenti di sini,” kata Mahfudz.

Ketua Komisi I DPR ini berpendapat bahwa KPK kini bertransformasi sebagai dewa hukum baru. “Ya terserah KPK dan Pengadilan Tipikor-nya mau apa. Toh katanya semua orang harus hormati proses hukum,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com