"Akan kita evaluasi kalau ada masukan. Saya kira Ka Densus 88 pada saat membangun, atau membeli atau menerima alat itu dari awal sudah mengetahui kemungkinan adanya penyadapan," kata Ronny di Mabes Polri, Kamis (21/11/2013).
Untuk diketahui, kerja sama antara Polri dengan Kepolisian Australia, Australian Federal Police (AFP), semakin meningkat terutama pascaserangan bom Bali tahun 2002 dan ledakan di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004.
Adapun bentuk kerja sama yang dilakukan kedua negara meliputi pengembangan kemampuan personel dan pertukaran informasi intelijen. Hal lainnya adalah pembangungan laboratorium Cyber Crime Bareskrim Polri dan pembangunan Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) di Semarang.
Sementara itu, ketika ditanya apakah ada kemungkinan data Polri yang turut menjadi korban penyadapan, Ronny mengaku belum mengetahuinya. "Saya harus tanya kepada Densus 88 dan Bareskrim Polri, apakah ada kemungkinan segala macam data yang ada di Densus 88 tersadap, terekam, dan bisa disalahgunakan untuk kepentingan negara lain, termasuk oleh Australia. Itu kita akan evaluasi," ujarnya.
Sebelumnya, informasi soal penyadapan terhadap Indonesia dilansir oleh AFP, Senin (18/11/2013). Informasi tersebut didasarkan pada dokumen rahasia yang dibocorkan oleh bekas intel Amerika Serikat, Edward Snowden. Dokumen rahasia itu berhasil didapatkan oleh Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan media Inggris, The Guardian.
Dokumen tersebut menunjukkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.