Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Banyak Versi Perppu MK, Pemohon dan Hakim Pun Kebingungan

Kompas.com - 12/11/2013, 16:53 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Keberadaan dua versi Perppu MK Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) berujung panjang. Hal tersebut sempat menimbulkan sedikit kebingungan pada sidang perdana Perppu MK di Gedung MK, Selasa (12/11/2013).

"Ini Perppu Anda dapat dari mana?" kata pemimpin sidang Hamdan Zoelva kepada salah satu pemohon, Safarudin.

"Itu Perppu versi yang saya dapat dari Detik.com, Yang Mulia," jawab Safarudin.

Mendengar jawaban tersebut, Hamdan pun terlihat keberatan. Dia langsung memprotes jawaban Safarudin. Menurutnya, perppu yang dijadikan alat bukti di persidangan harus yang ada dalam lembaran negara.

"Nanti kalau tidak resmi seperti ini, susah kita. Nanti ada lagi perppu dari versi Okezone.com," kata Hamdan.

Safarudin pun menyanggupi permintaan Ketua MK yang baru saja dilantik itu. Sebelum sidang ditutup, Hamdan pun kembali mengingatkan agar para pemohon memperbaiki laporan permohonannya.

Selain hal-hal kecil seperti penulisan, Hamdan meminta agar para pemohon memperbaiki versi perppu yang diajukan. "Jadi saya ingatkan lagi untuk pemohon nomor 90 dan 91, alat bukti perppu yang diajukan ini harus resmi dari lembaran negara. Untuk pemohon nomor 92 sudah benar," ucap Hamdan.

Hamdan pun memberi tenggat waktu selama 14 hari bagi pemohon untuk memperbaiki laporan permohonannya itu, sesuai dengan ketentuan persidangan di MK. Jika melewati batas 14 hari, maka pengajuan perbaikan tidak akan dapat diterima. Para pemohon pun berjanji akan memperbaiki laporan permohonannya secepat mungkin. Dengan demikian, sidang lanjutan dapat dilaksanakan dengan cepat.

Seperti diberitakan, salinan perppu yang diperoleh MK berbeda dengan perppu yang diperoleh wartawan dari Wakil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenhuk dan HAM) Denny Indrayana.

Perppu yang dikirim Denny, pada poin menimbang hurub b, berbunyi: “Bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia, serta untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar, akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi, perlu dilakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.”

Namun pada Perppu yang diterima MK, tidak terdapat kalimat “akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi”.

Denny sudah mengklarifikasi perihal dua versi Perppu tersebut. Menurutnya, hanya ada satu versi Perppu, yakni yang terdapat di lembaran negara. Perppu yang disebarkannya, menurutnya hanya untuk membantu para pewarta agar informasi mengenai Perppu bisa disampaikan dengan cepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com