Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Tak Mau Sembarangan Beri NIK Pemilih

Kompas.com - 31/10/2013, 23:15 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan tidak ingin gegabah memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada 13,9 juta pemilih yang menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum memiliki NIK. Dikhawatirkan, NIK justru diterbitkan kepada orang yang tidak ada.

"Memberikan NIK yang belum ada di DP4 (daftar penduduk potensial pemilih pemilu) itu gampang secara sistem, tapi syarat pemberian NIK itu harus ada kepastian apakah orang itu benar-benar ada atau tidak," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kemendagri dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10/2013).

Menurutnya, pemberian NIK kepada penduduk yang tidak nyata keberadaannya atau dengan pemberian keterangan elemen data yang salah merupakan pelanggaran pidana. "Kalau kami telanjur memberikan NIK tapi tidak ada orangnya, itu akan menjadi pelanggaran pidana bagi kami. Atau kami berikan NIK tapi ternyata nama, tanggal lahirnya salah itu juga termasuk pidana menurut UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan," katanya.

Karena itu, lanjut Irman, Kemendagri meminta KPU mencermati kembali 13,9 juta pemilih tersebut, baik soal eksistensinya maupun soal kelengkapan elemen datanya. Hal itu, katanya, untuk memastikan pemilih benar-benar ada di lapangan dan berhak sebagai pemilih untuk Pemilu 2014.

"Kami menyarankan KPU masih perlu melakukan pencermatan. Jangan sampai ada orang yang berhak memilih tetapi tidak masuk DPT, juga jangan sampai ada orang yang tidak berhak memilih malah masuk DPT," katanya.

Sebelumnya, KPU menemukan sekitar 14 juta pemilih dari total 186 juta nama pada daftar pemilih tetap (DPT) tidak memiliki NIK. KPU Kemendagri diharapkan memberikan NIK karena penduduk tersebut berhak memilih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com