Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seleksi Hakim Konstitusi, Libatkan Para Ahli!

Kompas.com - 16/10/2013, 18:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pakar hukum tata negara Refly Harun berharap proses seleksi hakim konstitusi selanjutnya melibatkan para ahli. Tanpa ada pengaturan seperti itu, maka masalah di MK bisa saja muncul kembali.

"Bisa dibuat seperti panel ahli, diisi orang-orang kredibel," kata Refly di Jakarta, Rabu (16/10/2013), menyikapi rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

Refly mengatakan, panel tersebut bertugas menilai calon hakim konstitusi yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, dan Mahkamah Agung. Jika layak, ketiga pihak itu bisa menetapkan sebagai hakim konstitusi.

"Kalau tidak layak, maka calon itu tidak boleh ditetapkan. Dengan demikian, Presiden, DPR, dan MA mengajukan calon lain sampai dapat calon hakim konstitusi yang layak," kata Refly.

Seperti diketahui, dalam UUD 1945, hakim konstitusi diusulkan dari DPR, Presiden, dan MA masing-masing tiga orang.

Refly berpendapat, sebaiknya orang yang berlatarbelakang politisi tidak bisa diajukan sebagai calon hakim konstitusi. Dari segi integritas dan kapasitas, bisa saja orang berlatar belakang politisi baik. Namun, ia mempertanyakan dari segi netralitas.

"Dari segi netrallitas pasti tidak bisa dipenuhi. Tidak ada lagi check and balances seandainya yudikatif dimasukkan orang-orang parpol," kata dia.

Refly menambahkan, jika tidak ada pengaturan pelibatan para ahli dalam seleksi, maka hakim konstitusi selanjutkan akan sama saja kualitasnya seperti Akil Mochtar. Ia membayangkan jika suatu saat parpol pengusung Presiden menguasai parlemen.

"Kalau partainya Presiden mayoritas di DPR, maka bisa enam hakim konstitusi dari parpol. Tiga hakim dari Presiden dan tiga hakim dari DPR. Kalau sudah enam hakim konstitusi seperti itu, maka tidak ada lagi objektifitas (MK)," kata Refly.

Selain itu, tambah Refly, perlu diatur dalam perppu soal pengawasan hakim konstitusi yang melibatkan eksternal. Ia memberi contoh Majelis Kehormatan Mahkamah dibuat secara permanen, namun diisi oleh eksternal.

Seperti diberitakan, Presiden akan menertibkan perppu dalam pekan ini menyikapi kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ketua MK nonaktif Akil Mochtar. Pembahasan dilakukan oleh para menteri terkait dengan melibatkan para ahli hukum tata negara.

Menurut Presiden, ada tiga hal penting yang akan diatur dalam perppu, yakni soal persyaratan menjadi hakim konstitusi, soal proses penjaringan dan pemilihan hakim konstitusi, dan pengawasan. Presiden meyakini perppu nantinya tidak inkonstitusional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com