Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Harus Tetap Tangani Sengketa Pilkada

Kompas.com - 13/10/2013, 15:46 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaedi mengatakan, sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) harus tetap diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataannya ini menanggapi wacana yang mendorong agar penyelesaian sengketa Pilkada kembali ke Mahkamah Agung (MA), pascaditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar atas dugaan suap terkait penyelesaian sengketa yang ditangani MK.

"Sepanjang penyelesaian sengketa di MA ada banyak persoalan, saat itu semua pihak menaruh harapan cukup besar kepada MK. Tanpa mengabaikan kasus yang sekarang (dugaan korupsi oleh Ketua non-aktif MK Akil Mochtar), kami merekomendasikan kewenangan sengketa pilkada tetap berada di MK," ujar Veri, pada diskusi "Tarik Ulur Kewenangan Sengketa Pilkada: Antara MK dan MA" di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2013).

Menurutnya, kewenangan MK untuk menangani sengketa pilkada harus tetap dipertahankan  untuk keberlanjutan penegakan hukum pemilu. Ia mengatakan, bolak-balik lembaga penyelesai sengketa pilkada menyebabkan koreksi terhadap penataan peradilan pemilu tidak akan dapat dilakukan.

Selain itu, Veri menilai, MA belum menjadi lembaga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa pilkada. Menurutnya, MA masih harus berbenah.

"Kita perlu memberi ruang yang cukup pada MA untuk menata dan melakukan perbaikan lembaga ini," lanjutnya.

Ia mengungkapkan, beban perkara di MA masih besar. Pada 2012 lalu, penumpukan perkara di pengadilan negeri yang berada di bawah MA mencapai 284.334 sisa perkara.

"Apakah masih relevan menyerahkan sengketa pilkada ke MA, yang bebannya saja sudah cukup tinggi. kita harus memberi ruang cukup besar agar MA bisa memperbaiki internalnya," lanjut Veri.

Hal senada disampaikan Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Menurutnya, menyerahkan penyelesaian sengketa pilkada ke MA tak akan menyelesaikan masalah. Namun, justru akan menambah masalah.

Integritas hakim MA, kata Emerson, masih buruk. Pada 2011, terdapat 1.658 laporan terkait hakim nakal di Komisi Yudisial (KY). Menurutnya, penyelesaian sengketa pilkada harus tetap di MK. Hanya, ada beberapa hal yang harus diperbaiki di MK. Salah satunya, soal rekrutmen dan pengawasan MK.

"MK ini keblinger kalau menolak diawasi dan hanya mengandalkan pengawasan internal," ujar Emerson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com