Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumat, KPK Putuskan Kemungkinan Akil Dijerat Pencucian Uang

Kompas.com - 10/10/2013, 08:50 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Jajaran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama para penyidik akan melakukan gelar perkara (ekspose) kasus dugaan suap kepengurusan sengketa pemilihan kepala daerah yang menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif, Akil Mochtar pada Jumat (11/10/2013). Dalam gelar perkara tersebut, KPK rencananya akan membahas kemungkinan untuk menjerat Akil dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) selain tindak pidana korupsi.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, kemungkinan Akil dijerat dengan TPPU bergantung pada hasil temuan KPK yang masih dilakukan hingga saat ini.

“Kemungkinan penerapan TPPU harus dilihat dari hasil temuan yang saat ini masih dilakukan,” katanya kepada wartawan, Rabu (9/10/2013).

Dia mengatakan, KPK terus menelusuri aset-aset milik Akil yang patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Menurutnya, sudah menjadi tanggung jawab moral bagi KPK untuk meneliti kewajaran antara gaji maupun tunjangan resmi yang diterima Akil dengan harta yang dimilikinya.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Mobil Mercedes-Benz seri S 350 milik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar, terparkir di halaman kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (9/10/2013). Selain mobil Mercedes, KPK juga menyita dua mobil lainnya yaitu Toyota Crown Athlete dan Audi Q5 guna kepentingan penyelidikan kasus suap yang melibatkannya.
Disita KPK

Sebelumnya, KPK menyita sejumlah aset Akil yang diduga berasal dari tindak pidana, di antaranya uang Rp 2,7 miliar dari rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, serta tiga mobil mewah Akil dari kediamannya di kawasan Liga Mas, Pancoran, Jakarta. Ketiga mobil mewah yang kini diamankan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta itu adalah Mercedes Benz S-350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete.

Dari rumah Akil di Pancoran tersebut, penyidik juga menyita surat berharga senilai Rp 2 miliar. Akil juga diduga melakukan pencucian uang melalui badan usaha berbentuk commanditaire vennootschap (CV) berinisial RS yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat.

Sejumlah transaksi mencurigakan bernilai miliaran rupiah diduga mengalir ke CV berinisial RS ini. Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu, mengatakan, bahwa penerapan pasal TPPU untuk kasus Akil sangat dimungkinkan selama ditemukan bukti permulaan yang cukup.

“Tapi sampai hari ini belum ada sangkaan untuk TPPU,” katanya.

Sejauh ini, Akil baru disangka melakukan tindak pidana penerimaan suap terkait sengketa pilkada Lebak, Banten, dan pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Untuk kasus Lebak, Akil diduga bersama-sama pengacara Susi Tur Andayani menerima suap Rp 1 miliar dari pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. KPK pun menetapkan Susi dan Wawan sebagai tersangka. Adapun, Wawan diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Sementara, dalam kasus pilkada Gunung Mas, Akil dijerat bersama-sama anggota DPR Chairun Nisa sebagai pihak penerima suap dengan barang bukti Rp 3 miliar. Selain keduanya, KPK menetapkan calon Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau sebagai tersangka.

Johan mengatakan, KPK menelusuri aset Akil dan tersangka lainnya dalam kasus ini. KPK juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening mencurigakan terkait para tersangka. Menurut Johan, KPK telah menerima laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK yang berkaitan dengan Akil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com