Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imam Anshori: Tak Ada Urusan dengan Komisi III

Kompas.com - 25/09/2013, 17:52 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh menyatakan tak akan memenuhi panggilan Komisi III DPR untuk memberi klarifikasi langsung terkait upaya suap oleh anggota Komisi III DPR pada seleksi calon hakim agung 2012.

Ia mengatakan, pemanggilan itu tak relevan. Imam menegaskan, ia hanya akan datang dan memberikan klarifikasi pada Badan Kehormatan DPR. Pasalnya, BK merupakan pihak yang paling berwenang menindaklanjuti pernyataan yang ia sampaikan kepada media beberapa waktu lalu.

"Tidak relevan Komisi III panggil saya. Tidak ada urusan Komisi III panggil-panggil saya. Yang berwenang kan BK, soal etika dan pelanggaran," kata Imam seusai menghadap BK DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menyesalkan sikap Imam Anshori Saleh menolak mengklarifikasi pernyataannya tentang upaya suap itu. Menurut Pasek, Imam tidak mengerti skala prioritas karena mangkir dari undangan tersebut.

Pasek menyampaikan, ketidakhadiran tersebut lantaran Komisioner KY itu menghadiri pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Jombang. Hal ini tertulis pada surat bernomor 807/P/P.KY/09/2013 dan ditandatangani Ketua KY Suparman Marzuki.

Pasek pun mengutip sebagian dari surat tersebut. "Dia (Imam) memberi klarifikasi tertulis. Tertulis artinya tak ada dialog," kata Pasek.

Padahal, kata Pasek, Imam seharusnya lebih memprioritaskan undangan dari Komisi III ketimbang menghadiri acara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Jombang. Pasalnya, posisi KY merupakan lembaga yang ikut bertanggung jawab menjaga marwah seleksi calon hakim agung.

"Kita kritisi kan boleh. Harusnya dia (Imam) lebih prioritas klarifikasi di sini karena statementnya telah merusak (nama baik) DPR dan kasihan calon hakim agung ini, terdegradasi opini," tandasnya.

Imam mengaku ada praktik percobaan suap dalam seleksi calon hakim agung. Imam mengaku kerap mendapat telepon dari para anggota dewan dari beberapa fraksi yang meminta calon tertentu diloloskan dalam seleksi awal calon hakim agung di KY.

Anggota dewan bahkan sempat menjanjikan imbalan sebesar Rp 1,4 miliar jika calon tersebut lolos. Imam menolak tawaran itu. Di dalam sebuah rapat pleno KY pada tahun 2012 untuk menentukan calon hakim agung yang lolos ke seleksi lanjutan, dia membuka adanya praktik suap itu.

Alhasil, semua komisioner KY sepakat calon yang dititipkan itu dinyatakan tidak lolos. Tetapi, keputusan ini menimbulkan protes di DPR. Pada tahun 2012, DPR sempat menolak melanjutkan proses seleksi calon hakim agung dengan alasan kuota belum terpenuhi.

Saat itu, sesuai kebutuhan, DPR membutuhkan 18 calon. Namun, KY hanya mengirimkan 12 calon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com