Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anomali Sekitar Otonomi

Kompas.com - 11/07/2013, 18:53 WIB

Oleh Bambang Kesowo

KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri pernah menyatakan kekhawatiran: 80 persen daerah otonomi cenderung gagal.

Melalui berbagai forum dan kesempatan, para cendekia dan pengamat menilai bahwa ”pemekaran wilayah menjadi daerah otonom yang baru belum menyentuh kepentingan rakyat, kecuali elite politik lokal yang sekadar ingin menjadi gubernur atau bupati atau pejabat lainnya. Pemekaran selama ini terkesan hanya menjadi ajang pengerukan anggaran negara”.

Ungkapan seperti itu sama sekali bukan barang baru. Gejala melesetnya sasaran pemekaran itu telah terlihat lima tahun lalu. Cita pembaruan kehidupan di bidang pemerintahan daerah pada awalnya juga dilandaskan pada paham dari/untuk dan atas nama aspirasi politik (kedaerahan), demokrasi, desentralisasi, pemerataan pembangunan, dan lain-lain yang ujungnya memberi otonomi ”lebih bertanggung jawab” kepada daerah.

Tanpa kontrol yang baik

Dalam perkembangannya, arti dan perwujudan kata bertanggung jawab dengan berbagai dalih dimaknai menjadi bukan saja seluas-luasnya dan sebesar-besarnya, melainkan juga tanpa kontrol yang baik. Lantas kalau sekarang timbul kekhawatiran dan berbagai sinisme seperti tadi, bagaimana hal itu harus dinalar?

Data tentang keuangan daerah yang disusun Kementerian Dalam Negeri menunjukkan betapa performa dan kinerja otonomi hingga Tahun Anggaran 2012 memang kurang begitu menggembirakan. Hingga akhir 2012, dari 34 provinsi dan 491 kabupaten dan kota, hanya beberapa yang menunjukkan kinerja positif atau menunjukkan kecenderungan baik.

Secara nasional, kemampuan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menggali pendapatan daerah (PD) dalam Tahun Anggaran 2012 hanya rata-rata 34% [terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang sah (PLYS)]. Artinya, dalam keseluruhan jumlah anggaran dalam APBD, rata-rata 66% sisanya masih bertumpu pada/ditopang dana perimbangan dari APBN.

Bila besaran di tingkat nasional itu dipilah, kontribusi PD di tingkat provinsi rata-rata lebih kurang 60%, lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PD di tingkat kabupaten/kota yang hanya sekitar 21% (PAD 9% dan PLYS 12%).

Dari 34 provinsi yang ada hingga akhir 2012, memang banyak di antaranya yang mampu menggali PD di atas 50% terhadap total tiap APBD 2012. DI Aceh mencapai ±77%; DKI Jakarta ±70%; Jawa Barat ±85%; Jawa Tengah ±80%; Jawa Timur ±79%; Sulawesi Selatan ±70%; Papua ±57%. Masih ada lagi di atas 50%, tetapi ada pula yang masih jauh dari angka itu. Beberapa provinsi hanya memiliki PD 32% dari total APBD 2012, ada yang hanya 30%, dan bahkan hanya ±20%.

Kata memang banyak sengaja ditulis miring karena fenomena yang terkandung di dalamnya. Banyak kabupaten/kota dalam beberapa provinsi yang memang banyak tadi ternyata masih parah kondisi dan kemampuan mereka menggali PD dan malah sama keadaannya dengan kabupaten/kota dalam provinsi yang kemampuan PD-nya masih kurang dari 50%.

Di tingkat kabupaten/kota, kemampuan menggali potensi PD bahkan hanya rata-rata ±21%. Kabupaten Simeulue di DI Aceh hanya memiliki total PD 7% dari total APBD 2012 yang besarnya Rp 404 miliar. Persentase yang sama ada di Kota Sabang: 7% dari total APBD 2012 sebesar Rp 355,3 miliar. Kabupaten Aceh Utara, penerima dana perimbangan terbesar (Rp 1 triliun) di antara 29 kabupaten/kota, hanya memiliki total PD 8% (Rp 90,4 miliar) dari total APBD 2012: Rp 1.102,6 triliun.

Contoh serupa juga bisa dipetik secara acak di Provinsi Papua Barat yang PD-nya mencapai 57,3%. Sepuluh kabupaten di dalamnya hanya memiliki PD rata-rata antara 11% dan 22%. Satu di antaranya Kabu- paten Maybrat dengan total PD Rp 74 miliar (17% dari APBD) hanya memiliki PAD (bagian dari PD) kurang dari Rp 1 miliar atau ±1,4%. Adapun Bintuni, yang menerima dana perimbangan terbesar (Rp 754,5 miliar) di antara 11 kabupaten/kota di provinsi itu, hanya memiliki PD 13,7% dari total APBD 2012 yang berjumlah Rp 875,7 miliar. Hanya Kota Sorong yang memiliki PD tertinggi, mencapai 30%.

Di Provinsi Papua dengan PD ±70% keadaannya lebih kurang sama. Di antara 28 kabupaten dan satu kota di dalamnya, dua kabupaten penerima dana perimbangan terbesar, yaitu Mimika (menerima Rp 1,067 triliun) hanya memiliki PD sebesar 26% dan Merauke (menerima Rp 1,023 triliun) hanya memiliki PD 15% (dan PAD hanya 8%) saja. Enam kabupaten lainnya bahkan masih memiliki PAD di kisaran Rp 1-2 miliar saja, yang berarti kurang dari 1% terhadap APBD 2012 mereka.

Provinsi Kalimantan Timur, yang menerima Dana Perimbangan terbesar (Rp 4,3 triliun) di antara 34 provinsi di In- donesia, hanya memiliki PD ±30%. Kutai Kartanegara, yang dikenal luas sebagai penerima Dana Perimbangan terbesar di antara semua kabupaten di Indonesia (Rp 3,5 triliun), memiliki PD sekitar 17%. Sama halnya dengan Kutai Timur dan Kutai Barat yang juga sekitar 17%.

Kemampuan menggarap PD tiga kabupaten itu justru kalah jauh dari Samarinda yang memiliki PD ±36%, atau Balikpapan dengan PD ±35%, atau Berau 28%, atau Pasir 23%. Di provinsi ini kemampuan menggarap PD di antara kabupaten dan kota lainnya juga berlangsung hanya pada kisaran 14-36% tadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com