Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manisnya Gratifikasi Itu

Kompas.com - 27/06/2013, 09:59 WIB

Mochtar Naim

Di negara Dunia Ketiga, seperti NKRI ini, kebanyakan pembangunan berskala besar di berbagai bidang kegiatan—baik industri, perdagangan, maupun jasa—digerakkan dan dikelola oleh korporasi makro multinasional. Di Asia Tenggara, khususnya, digerakkan konglomerat warga keturunan China.

Karena bidang politik dan pemerintahan formal masih terpegang di tangan kelompok elite birokrat pribumi, yang terjadi adalah kerja sama di bawah tangan antara para konglomerat yang memerlukan izin dan fasilitas formal dari birokrat elite pribumi. Sementara itu, sebaliknya, birokrat elite pribumi memerlukan gratifikasi dari para konglomerat dengan dalih gaji formalnya kecil dan fasilitas yang tersedia terbatas.

Contoh sekilas saja, di Padang, LG, untuk mendapatkan izin membangun kompleks mal, hotel, sekolah, rumah sakit swasta bertaraf internasional, merasa perlu menyerahkan bantuan keuangan kepada sejumlah lembaga sosial, adat, agama, dan pendidikan. Masing-masing Rp 50 juta disampaikan secara terbuka dan resmi. Bayangkan, berapa gratifikasi yang tak mungkin diberikan secara terbuka, tetapi di bawah tangan, yang didapatkan para pejabat yang di tangannya terpegang izin membangun megaproyek berkelas internasional dan bertingkat belasan ataupun puluhan lantai seperti di Jakarta dan kota besar lainnya itu?

Ketentuan perundang-undangan secara formal di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, bagaimanapun, melarang gratifikasi itu. Karena itulah, puluhan bupati, wali kota, gubernur, dan para pejabat di pusat dan di daerah didelik dan dipenjarakan meski dengan hukuman yang rata-rata relatif ringan.

Praktik gratifikasi ini, bagaimanapun, hanyalah bagian kecil dari jaringan manifestasi perbuatan korupsi yang bersimaharajalela di NKRI ini, yang oleh dunia telah dicap sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Birokrasi pribumi yang feodalistik-hedonistik dengan ekonomi yang liberal-kapitalistik di bawah kendali para konglomerat nonpribumi ternyata telah bekerja sama dalam membangun NKRI ini sejak masa Orde Baru di akhir 1970-an sampai ke masa pasca-Reformasi sekarang ini.

Fakta berbicara

Memang, tak pelak dan tak terbantahkan, pembangunan infrastruktur dan lainnya—terutama di kota-kota besar—berjalan. Tingkat perkembangan ekonomi secara statistik juga menggembirakan, yang lalu dijadikan sebagai buah dari keberhasilan usaha rezim Orde Reformasi yang sedang berkuasa sekarang ini membangun negeri. Namun, hal itu juga karena praktis semua sumber kekayaan alam negeri ini dilimpahkan penguasaannya kepada para korporator multinasional, khususnya para konglomerat nonpribumi itu.

Sukar membayangkannya, tetapi itu adalah fakta yang berbicara. Jutaan hektar tanah yang tadinya tanah ulayat rakyat oleh pemerintah diserahkan hak guna usahanya kepada para korporator multinasional dan konglomerat WNI untuk dijadikan areal perkebunan berskala besar, pertambangan gas dan minyak bumi, pertambangan galian mineral bermacam rupa, serta jutaan hektar hutan dengan kekayaan alam dan rimba kayu khususnya.

Karena ini negara maritim dengan ribuan pulau, tambahkanlah pula kekayaan air dan lautnya yang semua juga diserahkan kepada kelompok korporator dan konglomerat yang sama. Padahal, jumlah mereka hanya beberapa ratus, tetapi dengan itu semua kelompok terkaya di Indonesia ini adalah juga mereka.

Gratifikasi adalah gula yang manis, yang tanpa berbuat pun semua jadi. Kita tinggal menentukan, berapa lu dapat dan berapa gua dapat. Pembangunan pasti akan jalan karena semua itu gua yang menentukan dan lu yang kerjakan. Rakyat? Mereka kan sejak dulu sudah seperti itu.

Mochtar Naim Sosiolog
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com