KPU RI dinilai seharusnya menindaklajuti dugaan kebocoran data pemilih tersebut dengan memedomani ketentuan Pasal 46 UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang perlindungan data pribadi.
Tindakan yang dimaksud adalah melakukan pemberitahuan kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban publik. Sebagaimana dengan prinsip jujur, kepastian hukum, tertib, terbuka, dan akuntabel selaku penyelenggara pemilu.
Selain Hasyim, enam enam komisioner KPU lainnya, yakni Idham Holik, Betty Epsilon Idroos, August Mellaz, Parsadaan Harahao6, Yulianto Sudrajat, dan Mochamad Afifuddin juga dijatuhi sanksi peringatan.
Baca juga: Ketua dan Anggota KPU RI Dijatuhi Sanksi Peringatan oleh DKPP soal Kebocoran Data Pemilih pada 2023
Pada 26 Oktober 2023, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Hasyim Asy’ari selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI karena melanggar etik.
Sebab, menimbulkan ketidakpastian hukum terkait keterwakilan bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan agar mencapai 30 persen, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Sementara itu, enam komisioner lain KPU RI yang juga menjadi teradu dijatuhi sanksi peringatan.
Dalam putusan ini, DKPP menjatuhkan saksi lebih berat kepada Hasyim karena dinilai tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam tindak lanjut Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023.
Pasal dalam PKPU tersebut dipermasalahkan karena menggunakan perhitungan dengan desimal ke bawah sehingga aturan 30 persen keterwakilan perempuan tidak terpenuhi.
Baca juga: Terbukti Pergi dengan Wanita Emas, Ketua KPU Disanksi Peringatan Keras Terakhir Oleh DKPP
Namun, Hasyim tidak tegas dan ambigu dalam menyikapi masukan para pihak, khususnya DPR RI, terkait metode penghitungan keterwakilan caleg perempuan paling sedikit 30 persen. Sebab KPU RI sempat menyatakan secara terbuka akan merevisi aturan bermasalah itu.
Akan tetapi, sikap itu tiba-tiba berbalik 180 derajat setelah dilakukan pertemuan dengan anggota Komisi II DPR RI lewat rapat konsinyering dan konsultasi.
“DKPP berpendapat untuk memberikan sanksi yang lebih berat atas tanggung jawab jabatan yang diemban, meskipun Peraturan KPU adalah produk kelembagaan yang dihasilkan berdasarkan kerja kolektif kolegial,” kata anggota majelis pemeriksa DKPP, Muhammad Tio Aliansyah.
Pasal bermasalah itu belakangan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materiil terhadap aturan tersebut, namun KPU RI tak menindaklanjutinya melalui revisi aturan.
Secara keseluruhan, semua komisioner KPU RI dalam perkara ini terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf a dan f, Pasal 11 huruf a, c, dan d, dan Pasal 15 huruf a, e, dan g Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Baca juga: Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot
Kemudian, pada 5 Februari 2024, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta pemilihan presiden (Pilpres).
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.
Untuk diketahui, dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.
Meskipun, pada akhirnya, KPU mengubah persyaratan capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi, revisi itu baru diteken pada 3 November 2023 atau setelah memproses pendaftaran Gibran.
Baca juga: Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih
Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU lainnya.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.
"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.