Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singgung Friksi Polri-Kejaksaan, Mahfud Beberkan Kasus Djoko Tjandra dan Nurhayati

Kompas.com - 06/06/2024, 19:34 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan pengalamannya berhadapan dengan friksi yang terjadi antara dua institusi penegak hukum, Kepolisian dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penanganan kasus hukum.

Menurut Mahfud, banyak masalah yang terjadi antara dua penegak hukum itu sebelum kasus penguntitan terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

“Oh banyak, antara Polri dan Kejaksaan itu yang memang secara diam-diam mungkin harus dibuka juga ke publik,” kata Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (6/6/2024).

Dia lantas menceritakan dua kasus hukum yang cukup menyita perhatian publik, yakni pemulangan buronan terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra yang berhasil ditangkap di Malaysia. Lalu, kasus Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka karena baru melaporkan dugaan korupsi kepala desanya setelah dua tahun.

Baca juga: Minta Polri Jelaskan Motif Penguntitan Jampidsus, Mahfud: Masyarakat Harus Diberi Ketentraman

Diketahui, Djoko Tjandra dijemput langsung oleh Kabareskrim Polri ketika itu Komjen Listyo Prabowo di Malaysia pada 30 Juli 2020.

Terkait proses pemulangan Djoko Tjandra, Mahfud membeberkan bahwa Kejaksaan sempat dibuat bingung karena Polri tidak juga menyerahkan terpidana untuk dieksekusi padahal batas waktu penyerahan hampir habis.

“Eksekusi itu kan harus diserahkan oleh Polri yang menjemput dari Malaysia ke Jakarta itu, harus diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk dieksekusi paling lama 24 jam begitu mendarat di Indonesia,” ujarnya.

“Tahu ndak, (pemulangannya) pulang jam 11 malam, itu sampai jam 7 malam besok harinya belum diserahkan. Saya menyelesaikan lewat telepon terpaksa bicara dengan Idham Azis (Kapolri saat itu),” kata Mahfud melanjutkan.

Baca juga: Mahfud Sebut Friksi Antara Penegak Hukum Belum Hilang Berkaca dari Kasus Penguntitan Jampidsus

Menurut Mahfud, Kejaksaan Agung juga terus menghubunginya karena Polri belum juga menyerahkan Djoko Tjandra untuk dieksekusi. Sehingga dia terpaksa turun tangan padahal sedang berada di Malang, Jawa Timur.

Dia menceritakan melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Kapolri, Jaksa Agung hingga Bareskrim dari sore hingga malam hari, untuk memastikan proses eksekusi bisa segera dilakukan. Pasalnya, Djoko Tjandra akan dibebaskan jika dalam waktu 24 jam tidak langsung dieksekusi oleh jaksa.

“Saya tidak tahu kenapa tidak diserahkan ke Kejaksaan Agung kan merasa dia bukan yang menangkap tapi dia wajib begitu tertangkap, wajib dia masukkan ke penjara. Sampai malam baru diserahkan dengan berbagai kesepakatan apa, teknis bagaimana,” ujar Mahfud.

Akhirnya, menurut Mahfud, Djoko Tjandra diserahkan ke Kejaksaan Agung meskipun waktunya sangat mepet dengan batas waktu eksekusi.

Baca juga: Mahfud Minta Presiden Jelaskan soal Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88

Kemudian, Mahfud menceritakan penanganan kasus Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka karena baru setelah dua tahun melaporkan adanya dugaan penyimpangan anggaran oleh kepala desanya.

Menurut dia, Nurhayati tidak bersalah karena tidak memiliki mens rea atau niat jahat melakukan korupsi. Dia baru melapor setelah dua tahun karena dulu berada di lingkaran kekuasaan itu lantaran bekerja sebagai bendahara.

“Saya teriak waktu itu, itu ndak benar dong, secara substansi mens rea-nya apa,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta agar Kejaksaan Agung (Kajagung) membebaskan Nurhayati. Tetapi, ditolak dengan alasan sudah menerima pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian dan sudah dinyatakan lengkap.

Kemudian, Mahfud sebagai Menko Polhukam, berbicara kepada Kepolisian agar Nurhayati ini dibebaskan. Tetapi, Kepolisian menolak karena penetapan tersangkanya disebut atas permintaan jaksa penuntut umum dalam proses persidangan.

“Akhirnya saya teleponan dari jam 10 sampai jam 4 sore baru malamnya lepas. Nah sepertinya kurang koordinasi. Itu contoh kecil. Maksud saya, memang ada masalah,” kata Mahfud.

Baca juga: Harap Prabowo Perbaiki Hukum, Mahfud: Kalau Tidak, Berlaku Hukum Rimba

Oleh karena itu, menurut dia, friksi antar penegak hukum memang terjadi sejak dulu dan bukan cerita baru lagi. Mahfud juga sempat menyinggung bahwa mafia hukum memang benar ada dalam konflik tersebut.

“Ya itu (mafia hukum ada). Maksud saya, Polisi dengan Kejaksaan, Polisi dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) waktu itu betul-betul berhadapan. Dan ternyata sekarang belum hilang rasanya kalau kita lihat kasus Jampidsus dikuntit,” ujar Mahfud.

Untuk diketahui, dalam kasus pelarian Djoko Tjandra dan penghapusan red notice memang akhirnya terungkap ada keterlibatan unsur pengacara, jaksa hingga petinggi Polri.

Baca juga: Mahfud Sebut Friksi Antara Penegak Hukum Belum Hilang Berkaca dari Kasus Penguntitan Jampidsus

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com