Contoh lain yang memberikan gambaran mengenai dampak buruk dinasti politik terjadi di Bangkalan. Ketika dinasti Fuad Amin Imran menguasai daerah tersebut.
Setelah masa jabatannya sebagai bupati, kekuasaan diteruskan kepada anaknya, Makmun Ibnu Fuad, yang juga dikenal sebagai Ra Momon. Kekuasaan yang berpindah tangan secara turun-temurun ini membentuk dinasti politik yang kuat di Bangkalan.
Dinasti Fuad Amin tidak hanya menguasai jabatan eksekutif, tetapi juga memengaruhi banyak posisi strategis lainnya dalam pemerintahan daerah dan lembaga-lembaga kunci lainnya.
Ketika kekuasaan eksekutif dan pengaruh terhadap legislatif dikuasai oleh satu keluarga, kemampuan untuk saling mengawasi dan mempertahankan akuntabilitas melemah.
Kasus korupsi yang melibatkan Fuad Amin Imran menjadi bukti konkret tentang bagaimana dinasti politik dapat menyuburkan praktik-praktik koruptif.
Pada 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Fuad Amin atas dugaan korupsi dan pencucian uang dengan kerugian ditafsir mencapai Rp 414 miliar.
Kasus dinasti politik yang menguasai satu daerah juga terjadi di Kabupaten Solok Selatan. Saat ini, bupati dijabat oleh Kairunnas, sementara Ketua DPRD dijabat oleh anak kandungnya, Zigo Rolanda.
Dinasti ini memang belum terjerat pidana. Namun dalam beberapa waktu belakangan mulai mendapat sorotan karena kasus pengusaan lahan negara secara ilegal yang menyeret nama Khairunnas.
Kasus-kasus ini menunjukkan betapa rentanya sistem pemerintahan daerah terhadap penyalahgunaan kekuasaan ketika terdapat hubungan kekeluargaan antara eksekutif dan legislatif.
Ketika kepala daerah memiliki ikatan keluarga dengan pimpinan DPRD, pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah cenderung tidak efektif.
DPRD, yang seharusnya mengkritisi dan mengawasi kinerja eksekutif, justru cenderung memberikan dukungan tanpa evaluasi yang kritis.
Akibatnya, meskipun kinerja pemerintah daerah buruk, tetap mendapatkan apresiasi dari DPRD. Masalah ini tidak hanya merusak checks and balances, tetapi juga membuka peluang bagi terjadinya korupsi dan nepotisme.
Dinasti politik, di mana kekuasaan diturunkan dalam satu keluarga, sering kali menghasilkan pemerintahan yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Dalam situasi seperti ini, keputusan-keputusan penting bisa dibuat berdasarkan kepentingan keluarga, bukan kepentingan publik.
Bila dirunut ke belakang, sebagaimana yang sebelumnya pernah penulis ungkapkan, bahwa persoalan ini terjadi karena tidak adanya filter yang baik dalam proses rekrutmen bakal calon kepala daerah.
Oleh sebab itu, untuk mencegah suatu daerah dikuasai oleh satu keluarga perlu ada filter saat proses rekrutmen bakal calon kepala daerah.