Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Kompas.com - 17/05/2024, 14:33 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai, tidak ada urgensi merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara apabila hanya terkait jumlah kementerian.

Oleh karena itu, dia mengatakan, revisi UU Kementerian negara terlihat seperti untuk mengakomodasi kepentingan berbagi jabatan apabila hanya untuk mengubah pasal terkait jumlah kementerian.

“Buat saya ini sangat kelihatan ya (akomodasi). Kalau kita berbicara urgensi dalam hal kuantitas jumlah menteri dalam kabinet, buat saya sebenarnya tidak ada urgensinya (revisi UU Kementerian Negara),” kata Bivitri dalam program Sapa Indonesia Petang di Kompas TV, Kamis (16/5/2024).

Dia mengingatkan bahwa menambah kementerian bakal berdampak pada anggaran. Sebab, harus memikirkan terkait fasilitas dan gaji yang akan diterima semua pegawainya nanti.

“Dalam situasi ekonomi yang seperti sekarang, menurut saya, yang lebih dibutuhkan adalah membuat kementerian-kementerian yang ada lebih efektif bekerja ketimbang menambah jumlah orang. Jadi urgensinya tidak ada,” ujarnya.

Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Lebih lanjut, Bivitri mengatakan, UU Kementerian Negara tidak perlu direvisi apabila jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang kurang dari 34. Sebab, dalam undang-undang tersebut dikatakan maksimal 34 kementerian.

Oleh karena itu, dia kembali mengatakan bahwa melihat ada keinginan mengakomodasi kepentingan bagi-bagi dalam koalisi apabila revisi UU Kementerian Negara hanya menyoal jumlah kementerian.

Bivitri mengungkapkan, hal itu bisa juga dilihat dari persetujuan sembilan fraksi di parlemen untuk menjadikan revisi UU Kementerian Negara menjadi inisiatif DPR.

“Saya melihat ada intensi memang dari terutama koalisinya Pak Prabowo untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari banyak partai politik sehingga dilihat dari kesetujuan-kesetujuan yang ada saja, sudah kelihatan ada semacam kebulatan, ada semacam dukungan politik yang cukup untuk bisa mengubah undang-undang ini,” katanya.

“Tetapi saya masih skeptis dulu karena belum baca sebenarnya usulan konkretnya apa yang dibicarakan,” ujar Bivitri melanjutkan.

Baca juga: DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Sebagaimana diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tiba-tiba menggelar rapat membahas revisi UU Kementerian negara pada 14 Mei 2024.

Padahal, sebelumnya Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan, belum ada pembicaraan di lingkungan DPR untuk membahas revisi UU tersebut.

Oleh karena itu, pembahasan revisi UU Kementerian Negara tersebut lantas dikaitkan dengan adanya usul atau gagasan menambah kementerian di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang.

Sepakat jadi usul inisiatif DPR

Kemudian, pada rapat pleno yang digelar Kamis, 16 Mei 2024, Baleg DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi RUU usul inisiatif DPR.

Selanjutnya, draf RUU Kementerian Negara akan terlebih dahulu dikirim ke pimpinan DPR untuk dibawa ke dalam rapat paripurna terdekat guna disepakati menjadi RUU inisiatif DPR.

“Selanjutnya akan kami serahkan ke pimpinan untuk diparipurnakan supaya menjadi draf resmi usulan DPR, dan setelah itu nanti itu pimpinan DPR akan mengirim ke presiden,” kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dikutip dari Antaranews, Jumat (17/5/2024)

Baca juga: RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Kemudian, dia menyebut bahwa pihaknya akan menunggu surat presiden (Surpes) terkait penunjukan wakil pemerintah untuk bersama membahas RUU Kementerian Negara.

“Nanti akan kami bahas bersama dengan pemerintah, kami menunggu presiden bisa mengirimkan Supres-nya dan wakilnya siapa menteri yang ditunjuk untuk membahas ini,” kata Supratman.

Dia juga mengatakan, dalam rapat paripurna akan ditugaskan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR yang ditunjuk untuk membahas draf revisi UU Kementerian Negara bersama Pemerintah.

“Itu kan harus dibacakan lagi di paripurna kemudian ditugaskan ke siapa, apakah ke Baleg lagi, atau mungkin di AKD yang lain,” ujar Supratman. .

Kemudian, pihaknya bersama perwakilan Pemerintah yang ditunjuk akan melakukan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU terkait untuk diambil persetujuan pada pembicaraan tingkat I.

Baca juga: Revisi UU MK Dinilai Cenderung Jadi Alat Sandera Kepentingan, Misalnya Menambah Kementerian

“Begitu kami paripurnakan dan suratnya dikirim ke presiden drafnya, Pemerintah punya waktu 60 hari untuk menyelesaikan DIM maupun wakilnya yang akan membahas UU,” katanya.

Untuk diketahui, sembilan fraksi di Baleg DPR menyetujui draf revisi UU Kementerian Negara. Tetapi, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan persetujuan dengan catatan.

Tiga poin perubahan

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, terdapat tiga materi yang diubah dalam draf RUU Kementerian Negara.

Salah satunya mengubah Pasal 15 yang sebelumnya diatur jumlah menteri dalam satu kabinet, 34 orang. Kini, jumlah menteri bisa saja tidak lagi 34 orang.

"Pertama, Penjelasan Pasal 10 dihapus. Kedua, Perubahan Pasal 15. Ketiga, penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan Undang-undang di Ketentuan Penutup," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Baleg, Achmad Baidowi atau Awiek dalam rapat.

Pasal 10 dalam UU Kementerian Negara yang ada saat ini memuat kata wakil menteri adalah pejabat karier.

Baca juga: PDI-P Setuju Revisi UU Kementerian Negara dengan Lima Catatan

Dalam draf Revisi UU Kementerian Negara keberadaan wakil menteri sebagai pejabat karier dan bukan anggota kabinet sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011.

Materi perubahan yang kedua, yaitu soal Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pasal itu sebelumnya mengatur tentang keseluruhan jumlah kementerian, yaitu 34. Lalu, diubah menjadi jumlah keseluruhan kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memerhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Ketiga, materi muatan tambahan yaitu ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan Undang-undang Kementerian Negara. Materi ini akan ada di Ketentuan Penutup.

Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara Muluskan Transisi Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo-Gibran

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com