Maka, keputusan hakim MK atas sengketa Pilpres 2024 sangat ditunggu rakyat Indonesia. Apakah keadilan substantif dapat benar-benar ditegakkan oleh hakim-hakim MK, atau sebaliknya para hakim semakin terseret ke dalam pusaran tarik-menarik kepentingan kekuasaan politik? Kenegarawanan para hakim MK sungguh diuji.
Tak hanya di MK, fajar keadilan sesungguhnya juga diharapkan menyingsing di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk Hak Angket. Banyak kalangan menilai, dengan hak konstitusionalnya itu DPR dapat mengurai carut-marut Pilpres 2024.
Sebagaimana publik ketahui, hak angket berawal dari ide Ganjar Pranowo, lalu mendapatkan respons positif dari sejumlah kalangan. Namun, rupanya “layu sebelum berkembang”.
Perbincangan soal hak angket menguap, tak ada kejelasan. PDIP sebagai parpol utama pengusung Ganjar tak memberikan kejelasan. Padahal, keseriusan PDIP dinilai sebagai kunci kemungkinan fajar keadilan menyingsing di DPR melalui Hak Angket.
Kita paham bahwa Hak Angket memiliki risiko politik yang tak kecil. Secara politik bisa ditendang ke mana-mana yang berakibat pada ketegangan dan kegaduhan politik. Bisa pula berujung pada pemakzulan Presiden Joko Widodo.
Risiko yang sama secara politik sesungguhnya juga bisa terjadi ketika fajar keadilan menyingsing di MK, misalnya MK memutuskan pilpres ulang. Alasan putusan MK bisa saja dibawa oleh para politikus ke Senayan, dan berpotensi pada pemakzulan presiden pula.
Di sanalah Megawati Soekarnoputri pun diuji kenegarawanannya. Pada satu sisi mengharap fajar keadilan menyingsing di MK, pada sisi lain fajar keadilan itu berpotensi memproduksi ketegangan dan kegaduhan politik baru.
Tak mudah bagi Megawati. PDIP sebagai parpol terbesar tentu saja memegang peran kunci dinamika politik Indonesia pascaputusan MK tentang sengketa Pilpres 2024.
Apapun putusan MK akan berujung pada pengujian kenegarawanan Megawati Soekarnoputri sebagai pemimpin puncak PDIP.
Namun, melihat perjalanan politik Megawati yang terjal berliku, saya meyakini ia sebagai negarawan sejati akan mampu melampauinya. Saya meyakini Megawati memiliki cara mengelola dinamika politik yang tak mengorbankan bangsanya dan tetap menjaga integritas.
Saya masih teringat betul wawancara eksklusif Rosiana Silalahi dengan Megawati dalam program ROSI yang disiarkan Kompas TV, Kamis, 8 Februari 2024.
Banyak pihak mendorong Megawati untuk bermanuver politik dengan menarik para menterinya dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, ia memiliki sudut pandang lain yang berbasis pada aturan dan etika.
Megawati dengan gamblang menjelaskan alasannya mencegah menteri-menteri dari PDIP mundur dari kabinet Presiden Joko Widodo. Ia senantiasa melihat aspek “buntungnya” untuk bangsa dan negara. Bukan melihat aspek “untungnya” untuk diri sendiri.
Ia tak mau pemerintahan goyah hanya demi kepentingan elektoral, sementara rakyat, bangsa dan negara akan menanggung akibatnya. Dan, hal itu diyakini sebagai etika yang sudah seharusnya menyemangati politik.
Di artikel berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi”, Megawati memiliki empat pedoman sederhana yang bisa memunculkan kenegarawanan.
Satu di antaranya adalah qana’ah, merasa cukup terhadap apa yang ada. Ketika konstitusi membatasi jabatan masa presiden dua periode, itulah kebenaran yang harus ditaati. Tidak bisa diperpanjang, baik secara langsung maupun tak langsung.
Saya kira, prinsip qana’ah itu juga menjadi hal penting untuk melihat realitas sosial. Ada batas realitas, dan tak bijak kita memaksakan kehendak melampaui batasnya.
Harapan boleh melambung tinggi, tapi ada batasnya untuk menjadi kenyataan. Seorang negarawan harus bisa menahan diri atas kehendak dan kepentingan sendiri.
Prinsip qana’ah itu, saya kira, membuat Megawati senantiasa memiliki semangat perjuangan yang tak kenal lelah dan menyerah, tapi tetap realistis. Membuat Megawati mampu pula memimpin PDIP, baik di luar pemerintahan maupun memimpin pemerintahan.
Megawati tak pernah risau meski partai yang dipimpinnya di luar pemerintahan sebagai oposisi. Saya kira, Megawati akan memilih PDIP di luar pemerintahan bila ternyata MK memilih jalan kegelapan demokrasi, menolak fajar keadilan menyingsing di sana.
Prinsip yang patut dipedomani pula oleh hakim-hakim MK dan para pemimpin Indonesia yang ingin melihat masa depan demokrasi Indonesia gilang-gemilang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.