Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ubedilah Badrun
Analis Sosial Politik

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Ultimatum Moral Negarawan Megawati Soekarnoputri

Kompas.com - 09/04/2024, 07:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada sisi lain, memberi pesan kepada publik bahwa betapa pentignya etika dan moral dalam memandu jalanya negara.

Secara teks Megawati juga semacam memberi pesan bahwa sesungguhnya negara ini sedang mengalami kemunduran dan terancam menghadapi masalah sangat serius.

Ada semacam kekhawatiran luar biasa pada diri Megawati. Kekhawatiran Megawati yang memuncak itu tidak ia lakukan dengan narasi amarah secara verbal. Ia tampil dengan sabar dan matang melalui tulisan naratif argumentatif dan utuh, lalu dipublikasi di media mainstream.

Secara kenegaraan ini budaya baru yang Megawati ciptakan, meski ia adalah pemimpin partai berkuasa. Ketika moral negara dirusak, hukum dimanipulasi dan konstitusi diabaikan, maka seorang negarawan harus mengambil sikap jelas. Kira-kira itu posisi Megawati saat ini.

Kognisi sosial Megawati

Masih meminjam metode Van Dijk (1997), selain dilihat secara tekstual, suatu narasi atau wacana juga penting dicermati bahwa dalam setiap teks selalu ada kognisi sosial yang melingkupinya.

Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu pembuat teks.

Dalam pandangan van Dijk, produksi teks sebagian besar terjadi pada proses mental dalam kognisi sang pembuat teks.

Analisis kognisi sosial memusatkan perhatian pada struktur mental, proses pemaknaan, dan mental sang penulis yang akan membantu memahami fenomena tersebut sebagai bagian dari proses produksi teks.

Hal ini berarti bahwa penulis dianggap sebagai individu yang memiliki bermacam nilai, pengetahuan, pengalaman dan pengaruh ideologi yang didapatkan dalam perjalanan hidupnya.

Dalam artikel opini Megawati tersebut sangat terlihat penggambaran kognisi sosialnya.

Misalnya, Megawati menjelaskan bahwa ia beruntung pernah berdialog langsung dengan para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, K.H.Agus Salim, kemudian dengan Jenderal
Ahmad Yani, para Jenderal Pahlawan Revolusi, Jenderal Polisi Hoegeng, serta dengan orang-orang pinter berhati nurani.

Megawati juga membangun argumen opininya dengan merujuk pada gagasan keadilan yang ia tempatkan secara ideologis, yaitu Pancasila, yang Megawati sebut sebagai falsafah pembebasan yang secara geneologi lahir dari dialog kritis Bung Karno dengan Pak Marhaen.

Dalam argumen etiknya, Megawati juga merujuk pandangan rohaniawan dan filsuf Franz Magnis Suseno yang menyampaikan bahwa ada unsur-unsur yang menunjukan pelanggaran etika serius dalam pelaksanaan pemilu 2024.

Dari argumen itu, Megawati mengingatkan Jokowi bahwa tanggungjawab Presiden terhadap etika sangatlah penting. Presiden memegang kekuasaan atas negara dan pemerintahan yang sangat besar.

Oleh karena itu, sebagai penguasa eksekutif tertinggi, Presiden dituntut dengan standar etika tinggi dan tanggungjawab etikanya agar kewibawaan negara hukum tercipta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com