Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal Wilmar Yehezkiel
Pemerhati Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Dasar Pembatalan Hasil Pilpres oleh Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 05/04/2024, 08:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Robert Carp,dkk (2004) mengatakan eksistensi peradilan yang memiliki peran signifikan dalam pembenahan sistem politik karena putusannya yang memiliki legitimasi moral dan hukum efektif dapat melindungi demokrasi, menjadikan peradilan merupakan unsur strategis untuk menjaga kemurnian suara rakyat hasil Pemilu.

Terlebih fungsi yang dilekatkan pada MK sejak pembentukannya, yakni sebagai the guardian of constitution (pengawal konstitusi), guardian of democracy (pengawal demokrasi), the protector of citizen’s constitutional right (pelindung hak konstitusional warga negara), dan the protector of human rights (pelindung hak asasi manusia).

Fungsi-fungsi tersebut menunjukan MK memiliki relevansi untuk memutus persoalan-persoalan politik, yang secara teoritik dikenal dengan Yudisialisasi Politik, yakni intervensi lembaga peradilan atas kebijakan politik yang dihasilkan oleh suara mayoritas seperti hasil Pemilu.

Teori ini juga dikenal dengan istilah (countermajoritarian) yang dianut dalam konsepsi pengujian undang-undang (judicial review), yakni kewenangan pengadilan terhadap pembatalan undang-undang sebagai produk mayoritas dari lembaga politik parlemen yang dipilih melalui Pemilu oleh rakyat dengan dalil supremasi konstitusi (Tom Ginsburg, 2003).

Yudisialisasi politik dalam konteks Pilpres oleh MK harus dipandang secara paradigmatik atas problematika Pemilu kontemporer yang sangat kompleks, tidak hanya sekadar persoalan formal-prosedural belaka.

Pilpres yang seharusnya (das sollen) sebagai sarana kedaulatan rakyat yang diselenggarakan dengan penuh kejujuran, bebas akan intervensi dan berkeadilan, pada realitasnya (das sein) sering terjadi kecurangan oleh penyelenggara, intervensi politik praktis pemerintah, dan dominannya relasi patronase dan politik uang yang dikendalikan dengan politik kartel dalam belenggu oligarki guna melegitimasi kekuasaan koruptifnya atau yang disebut embedded oligarchy politics (Wiratraman, 2023).

Fenomena ini mengharuskan adanya penegakan hukum yang tidak cukup berbasis prosedural belaka seperti yang cenderung terlihat pada lembaga yang berwenang seperti Bawaslu, melainkan adanya penegakan hukum yang lebih substansial dan intervensi atas dasar supremasi konstitusi dan keadilan hukum oleh suatu pengadilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, bukan suatu hal yang tak lazim dalam suatu negara hukum demokratis ketika Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil Pilpres karena terbuktinya kooptasi proses oleh kekuasaan, sebagaimana yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi/Mahkamah Agung di beberapa negara seperti Austria, Thailand, Ukraina, Malawi dan Kenya.

Membatalkan hasil Pilpres yang tidak demokratis karena pengabaian atas asas-asas Pemilu dan nir-integritas karena masifnya pelanggaran elik oleh penyelenggara dan peserta merupakan keniscayaan bagi MK sebagai lembaga yang berdiri di atas fondasi moralitas dan konstitusionalisme.

Namun, putusan pembatalan hasil Pilpres tergantung proses pembuktian di persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com