JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua KPPS di Kelurahan Sidomulyo Timur, Pekanbaru, Riau, membuktikan ada 2 surat suara "siluman" telah tercoblos untuk capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Akibat surat suara siluman ini, jumlah penghitungan suara tidak sinkron dengan jumlah pengguna hak pilih di TPS 41 tempat pria bernama Surya Dharma itu bertugas.
Surya Dharma mengatakan, total pengguna hak pilih di TPS itu ada 228 orang.
Namun, dari segi penghitungan suara, total ada 107 suara untuk capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, 109 suara untuk Prabowo-Gibran, dan 13 suara untuk capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta 1 surat suara tidak sah.
Baca juga: Diminta Beri Keterangan pada Sidang Sengketa Pilpres, Menko PMK Tunggu Panggilan Resmi dari MK
Jika ditotal dari segi suara, ada 230 orang pemilih. Jumlah ini selisih 2 orang dari jumlah pengguna hak pilih di TPS itu.
Surya Dharma bercerita, ketika kejanggalan itu ditemukan oleh saksi Anies-Muhaimin, pihaknya berinisiatif untuk melakukan pengecekan ulang.
"Ada kemasukan 2 lembar (surat suara di) kotak suara yang sudah dicoblos dengan nomor urut 02, itu surat suara kosong tanpa identitas TPS," ujar Surya Dharma dalam persidangan.
Di TPS itu, Surya Dharma cs lalu merevisi jumlah suara Prabowo-Gibran menjadi 107. Data ini kemudian cocok dengan data yang ditampilkan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari di dalam sidang. Hasyim lalu bertanya ke Surya Dharma.
Baca juga: Nama Jokowi Sering Disebut di Sidang MK, KSP: Kita Ikuti Saja
"Dua surat suara (lebih) yang ditemukan, dicatat di mana?" tanya Hasyim.
"Awalnya di (formulir model C.Hasil) plano. Itu ada tanda tipeksnya, Pak," ucap Surya.
"Di perolehan 02 ya? Baik. Kenapa ditipeks?" balas Hasyim.
"Kalau kita jumlahkan, tidak sesuai jumlah surat suara yang kami terima dan surat suara dipakai," ujar Surya.
Dalam permohonannya ke MK, Anies-Muhaimin mendalilkan soal terlanggarnya asas-asas pemilu bebas, jujur, dan adil di dalam UUD 1945 akibat nepotisme Presiden Joko Widodo terhadap anaknya, Gibran Rakabuming Raka (36), melalui pengerahan sumber daya negara.
Baca juga: MK Minta Saksi Tunjukkan Bukti Anies dan Ganjar Dapat Suara Nol di Satu Kelurahan
Terkait dalil ini, Anies-Muhaimin menyinggung sedikitnya 11 pelanggaran:
1. KPU RI secara tidak sah menerima pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan mengacu pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang belum direvisi sebagai dasar hukum penerimaan pencalonan. Dalam aturan itu, syarat usia minimal capres-cawapres masih 40 tahun.
2. Lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu karena intervensi kekuasaan
3. Nepotisme Prabowo-Gibran menggunakan lembaga kepresidenan
4. Pengangkatan 271 penjabat kepala daerah yang masif dan digunakan untuk mengarahkan pilihan
5. Penjabat kepala daerah menggerakkan struktur di bawahnya
6. Keterlibatan aparat negara
7. Pengerahan kepala desa
8. Undangan presiden terhadap ketua umum partai politik koalisi pengusung di istana
9. Intervensi terhadap MK
10. Penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dengan melanggar UU APBN serta dampaknya terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran
11. Kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggara pemilu pada momen kritis
Sidang sengketa Pilpres 2024 akan digelar MK selama 14 hari kerja atau hingga Senin (22/4/2024) oleh 8 hakim konstitusi, minus eks Ketua MK yang merupakan ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman.
Setiap pemohon hanya diperkenankan membawa 19 saksi dan ahli ke dalam ruang sidang.
Adapun para pengacara kubu Prabowo-Gibran telah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam sengketa ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.