Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bivitri Sebut Jokowi Lakukan Praktik Legalisme Otokratik, Membunuh Suara Rakyat, DPR, KPK, dan MK

Kompas.com - 15/03/2024, 05:22 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyindir pembungkaman yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini terhadap masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Bivitri menyebut tindakan tersebut sebagai potret legalisme otokratik.

Hal tersebut Bivitri sampaikan dalam acara 'Temu Ilmiah Guru Besar/Akademisi Se-Jabodetabek' di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

"Satu DPR, kedua MK, lihat sendiri, revisi UU KPK yang dibiarkan, Perppu Cipta Kerja, dan lain sebagainya. Yang ketiga masyarakat sipil yang kritiknya dibungkam. Dan keempat KPK itu sendiri yang sudah dibungkam. Itu yang saya potret sebagai autocratic legalism di Indonesia," ujar Bivitri.

Baca juga: Seruan Salemba, Akademisi Kritik Bansos sebagai Politik Gentong Babi Pemerintahan Jokowi

Bivitri menjelaskan, demokrasi yang baik adalah demokrasi yang gaduh.

Menurutnya, jika negara demokrasi malah tenang-tenang saja, maka itu sudah diselubungi oleh legalisme otokratik.

Sebab, kata Bivitri, orang yang mau melawan malah dipaksa untuk tidak melawan.

"Dan karena itu sebetulnya saya sedang membuat studi yang memotret autocratic legalism di Indonesia. Bagaimana kritik terhadap kekuasaan, pembatasan terhadap kekuasaan melalui lembaga-lembaga negara sebenarnya sedang dimatikan. Makanya namanya otokratik, otokratisme yang didukung oleh legalisme," jelasnya.

Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi se-Jabodetabek menyampaikan Seruan Salemba di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi se-Jabodetabek menyampaikan Seruan Salemba di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Walhasil, Bivitri melihat lembaga seperti DPR hingga KPK kini sudah 'mati'.

Matinya DPR hingga KPK disebut Bivitri tidak lepas dari campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"DPR mati sebagai lembaga yang menyeimbangkan kekuasaan. Tidak pernah lagi ada hak angket sejak 2017. Presiden mau matikan KPK, dua minggu pada 2019 revisi UU KPK keluar," kata Bivitri.

"Presiden ingin memberikan konsesi yang bagus untuk para pemilik tambang batu bara, 6 hari revisi UU Minerba keluar. Presiden ingin memindahkan ibu kota ke IKN, 21 hari UU-nya dikeluarkan begitu saja oleh DPR," sambungnya.

Baca juga: Akademisi UNJ Sebut Jokowi Otoriter, 3 Kali Abaikan Kaum Intelektual

Untuk itu, Bivitri mendesak agar ruang seperti hak angket perlu diberikan demi memberi kejelasan kepada warga mengenai dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang luar biasa besar.

Dia turut menyebut Jokowi sudah terlalu menyalahgunakan kekuasaan sehingga perlu pengadilan rakyat.

"Bagaimana kita menggali hukum alternatif terhadap hukum yang tengah mengalami kejumutan seperti ini. Misalnya untuk mengadakan pengadilan rakyat bagi kekuasaan yang terlalu disalahgunakan oleh Jokowi," imbuh Bivitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com