Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Pemilu 2024 Mirip Era Orba 1971, JJ Rizal: Presiden Terlibat

Kompas.com - 10/03/2024, 06:33 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarawan, JJ Rizal menilai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mengingatkan dengan Pemilu Tahun 1971 atau pemilu pertama di era Orde Baru (Orba).

JJ Rizal menilai kemiripan di antara kedua pemilu itu lantaran adanya keterlibatan presiden yang kala itu menjabat dalam proses pemilu.

"Tapi, kalau kita menengok ke masa lalu apa yang terjadi hari ini tuh ya mengingatkan pada pemilu 1971. Terbuka maupun tertutup, presiden itu terlibat dan menginginkan agar dimenangkan yang ini, begitu," ujar JJ Rizal di Kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (9/3/2024).

Menurut dia, keterlibatan orang nomor satu di Indonesia dalam proses pemilu baik secara langsung maupun tidak otomatis membuat organ pemerintah tidak netral.

Baca juga: Sudirman Said Cerita Sempat Merasa Tak Berdaya Hadapi Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

"Jadi ketika presiden itu terlibat, otomatis semua berubah, yang menjadi mesin yang harusnya netral menjadi tidak netral," ucap JJ Rizal.

Lebih lanjut, ia menilai tidak ada lagi demokrasi di Tanah Air saat ini.

JJ Rizal juga menilai saat ini Indonesia justru cenderung seperti feodalisme.

"Ya sebenarnya kita harus berani ngomong bahwa enggak ada demorkasi. Ya praktek berdemokrasi itu enggak mungkin berjalan di dalam sebuah ruang yang prakteknya itu adalah kerajaan," kata dia.

Baca juga: Soal Hak Angket Kecurangan Pemilu, Sudirman Said: Itu Kewenangan Partai, tetapi...

"Bagaimana bisa demokrasi kalau praktek yang berjalan itu kerajaan, itu lah yang gue bilang surplus feodalisme," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak termasuk Koalisi Masyarakat Sipil mencurigai dugaan kecurangan pada Pemilu 2024.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan 310 dugaan pelanggaran dalam pemilu tahun ini.

"Secara umum, kami menemukan sebanyak 310 peristiwa dugaan kecurangan meliputi pelanggaran netralitas, manipulasi suara, penggunaan fasilitas negara oleh kandidat, politik uang hingga bentuk-bentuk kecurangan lainnya," kata Wakil Ketua Koordinator Kontras Andi Rezaldy dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024).

Baca juga: 7 Tersangka Kasus Penambahan DPT Pemilu Kuala Lumpur Segera Disidang di PN Jakpus

Andi mengatakan, beberapa kecurangan bersifat struktural karena melibatkan aparat seperti penyelenggara pemilu, struktur pemerintahan atau aparatur sipil negara.

Sebagai contoh, pengerahan pejabat desa untuk mendukung pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka lewat deklarasi Desa Bersatu yang digelar 17 Desember 2023.

Adapun cawapres pendamping Prabowo, Gibran Rakabuming Raka merupakan anak sulung dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

"Selain itu, pengerahan sejumlah Kepala Desa untuk memilih 02 dengan berbagai ancaman oleh petinggi asosiasi desa juga terjadi seperti halnya yang dialami oleh Kepala Desa di Ngawi," kata Andi.

Baca juga: Soal Hak Angket Pemilu, Ganjar Yakin Tak Akan Berjalan Mulus

Pengerahan tersebut juga terjadi di tingkat bawah hingga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Tercatat 34 kasus dugaan kecurangan yang melibatkan anggota KPPS yang terungkap ke publik.

"Berdasarkan poin-poin yang dijelaskan di atas, kami menilai sudah sewajarnya publik mempertanyakan hasil Pemilu, berangkat dari proses yang diduga curang dan bermasalah," imbuh dia.

"Lebih lanjut, kami menilai bahwa KPU tidak maksimal menjalankan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara Pemilu, di sisi lain Bawaslu dalam kapasitasnya sebagai pengawas Pemilu, tampak disfungsional. Sehingga, kami pun menilai bahwa Pemilu 2024 dapat dikategorikan sebagai Pemilu terburuk di era reformasi," tandas Andi.

Baca juga: Menilik Bagaimana Mekanisme Penentuan Kursi Pimpinan DPR Pasca-Pemilu 2024...

Pemilu 1971

Dilihat dalam indeks Kompas Id pada 2 Oktober 2023, Pemilu 1971 pada masa Orde Baru diikuti oleh sepuluh partai politik.

Kala itu, Golkar sebagai pendatang baru langsung menggebrak dengan perolehan suara lebih dari lima puluh persen dari total pemilih. Hal ini jugalah yang membuat parlemen pada masa Orde Baru dikuasai oleh Golkar.

Adapun pengaruh dari konsensus nasional yang disetujui pada pembentukan UU Pemilu memberikan Golkar suara terbanyak untuk mendapatkan jatah kursi lebih banyak di DPR.

Selain itu, selama berkampanye Golkar selalu menyuarakan slogan tentang Pembangunan Indonesia.

Baca juga: Golkar Minta Wacana Hak Angket Ditunda, Tunggu Seluruh Tahapan Pemilu Rampung

Jargon ini sama dengan program pemerintahan Presiden Soeharto yang ingin mempercepat pembangunan untuk mendukung perekonomian Indonesia. Tentu saja hal ini didukung oleh masyarakat yang ingin lepas dari jeratan krisis ekonomi 1960-an.

Menurut R. William Liddle selain trauma politik dan faktor ekonomi, kepatuhan dan ketakutan kepada penguasa adalah unsur terpenting di dalam kemenangan Golkar. Secara tidak langsung pengaruhnya masuk melalui pemimpin-pemimpin desa dan meresap di kalangan warga desa biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com