Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.
Baca juga: KPU Rencanakan Pemilu Ulang di Kuala Lumpur pada 9-10 Maret 2024
Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.
Kemudian, Bawaslu mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.
Dalam mempersiapkan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, KPU akhirnya memutuskan akan meniadakan pemungutan suara melalui metode pos.
Dari kasus yang sama, berdasarkan gelar perkara kemarin, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menduga bahwa tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur secara sengaja menambah jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah ditetapkan dan memalsukan DPT.
Para tersangka dijerat Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketujuh anggota PPLN Kuala Lumpur itu sebelumnya juga sudah dinonaktifkan sementara oleh KPU RI menyusul masalah tersebut.
Baca juga: KPU Minta Bantuan Jokowi agar Bisa Gelar Pemilu Ulang di Kuala Lumpur
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.