"Pemerintah Malaysia memfasilitasi perizinan tempat dan keamanan," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Kamis (7/3/2024).
Idham mengungkapkan, kemarin, tim KPU termasuk dirinya sudah bertemu dengan pejabat Kementerian Luar Negeri Malaysia, didampingi beberapa representasi dari kedutaan besar.
Dari hasil pertemuan itu, menurut Idham, pemerintah Malaysia mengizinkan PSU melalui metode kotak suara keliling (KSK) di luar premis/yurisdiksi Indonesia.
"Rencana TPS Luar Negeri ditempatkan di Putrajaya World Trade Center sebagaimana tempat pemungutan suara (TPS) yang dilaksanakan pada pemungutan suara (sebelum diulang) 11 Februari 2024," ujar Idham.
"Lalu, 120 titik KSK sudah diberikan izin dan nanti akan difasilitasi pengamanan juga," katanya lagi.
KPU juga mengklaim bahwa seluruh logistik pemungutan suara yang dibutuhkan untuk PSU di Kuala Lumpur sudah terpenuhi sesuai kebutuhan.
"Insya Allah pada Minggu (10/3/2024), PSU di Kuala Lumpur Malaysia dapat diselenggarakan. PSU tersebut akan melayani pemilih DPT sebanyak 62.217 orang yang terdiri dari 42.372 orang pemilih TPS LN dan 19.845 orang pemilih KSK," ujar Idham.
Sebelumnya, nasib pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur sempat terancam seiring terbitnya Nota Diplomatik Nomor KLN 6/2024/M pada 23 Februari 2024 oleh pemerintah Malaysia.
Dalam beleid itu, kegiatan politik harus mendapatkan izin dari pemerintah Malaysia dengan dua kategori:
KPU RI pun bersurat untuk meminta bantuan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait masalah ini untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi.
Sebab, berdasarkan UU Pemilu, KPU harus menetapkan hasil pemilu paling lambat 35 hari sejak pemungutan suara, atau pada 20 Maret 2024 nanti.
Sebagai informasi, KPU dan Bawaslu sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan KSK di wilayah kerja PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) Kuala Lumpur karena masalah integritas daftar pemilih dan akan mengulang proses pemilu.
Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.
Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.
Kemudian, Bawaslu mengaku sedang menelusuri dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.
Dalam mempersiapkan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, KPU akhirnya memutuskan akan meniadakan pemungutan suara melalui metode pos.
Dari kasus yang sama, berdasarkan gelar perkara kemarin, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menduga bahwa tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur secara sengaja menambah jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah ditetapkan dan memalsukan DPT.
Para tersangka dijerat Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketujuh anggota PPLN Kuala Lumpur itu sebelumnya juga sudah dinonaktifkan sementara oleh KPU RI menyusul masalah tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/08/09585141/kpu-sebut-pemerintah-malaysia-izinkan-pemilu-ulang-di-kuala-lumpur-pada-10