Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Farida Azzahra
Tenaga Ahli DPR

Tenaga Ahli DPR RI

Kuota 30 Persen Perempuan di Parlemen: Afirmasi atau Basa-basi?

Kompas.com - 07/03/2024, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMITMEN terkait keterlibatan perempuan di Parlemen telah dimulai sejak 2003 lalu, tepatnya pada Undang-Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.

Komitmen tersebut dipertegas pada 2008, dengan membentuk UU Partai Politik yang mengatur keharusan untuk menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30 persen pendirian partai politik, maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat.

Adapun angka tersebut didapat berdasarkan penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen memungkinkan terjadinya perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.

Namun, sejak hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) pertama pada 1999 hingga Pileg 2019 lalu, kuota 30 persen tersebut belum pernah tercapai.

Bahkan, kuota 30 persen ini diwanti-wanti juga tidak akan tercapai pada DPR-RI periode 2024-2024, meskipun jumlah Caleg perempuan di Pileg 2024 ini diklaim KPU telah mencapai 37,17 persen.

Sebab, tidak semua partai politik telah memenuhi jumlah minimal 30 persen perempuan untuk setiap daerah pemilihan.

Adapun persentase terendah jumlah perempuan di Parlemen ada pada Pemilu 1999 lalu dengan angka 9 persen, sementara persentase paling tinggi berada pada angka 20,52 persen, yakni pada Pileg 2019 lalu.

Meski mengalami kenaikan, namun angka tersebut tidak pernah mencapai target. Hal ini kemudian menjadikan Indonesia berada di posisi 105 dari 193 negara di dunia dengan tingkat proporsi perempuan di Parlemen sebagaimana riset yang dilakukan Inter Parliamentary Union (IPU) pada 2022 lalu.

Melihat fenomena tersebut, rasanya tidak berlebihan jika kita menaruh kekhawatiran atas kualitas produk legislasi yang memihak terhadap perempuan.

Fenomena tersebut juga menunjukan belum efektif dan berhasilnya UU Partai Politik dan UU Pemilu dalam mengatur norma tersebut.

Perlu dipertegas bahwa pengaturan adanya kuota minimal 30 persen untuk kepengurusan partai politik dan juga keterwakilan perempuan di parlemen dimaksudkan untuk memastikan dan meningkatkan partisipasi aktif perempuan di segala perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan di parlemen.

Salah satu contoh konkret betapa pentingnya keterwakilan perempuan dalam perumusan UU di DPR dapat dilihat pada pengaturan mengenai cuti haid dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana Pasal 81 memberikan hak bagi perempuan untuk mengambil cuti ketika sedang mengalami menstruasi.

Bisa dibayangkan jika tidak ada keterwakilan perempuan dalam pembahasan UU tersebut, maka tidak akan ada yang menyuarakan kebutuhan dan kepentingan perempuan.

Sebab, yang mengetahui dan merasakan kepentingan dan kebutuhan seorang perempuan adalah perempuan itu sendiri.

Contoh lainya dapat kita lihat dalam UU yang memang dihadirkan untuk melindungi perempuan, seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mayoritas korbannya adalah perempuan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Putusan Sela Gazalba, Kejagung: Perkara Belum Inkrah, Lihat Perkembangannya

Soal Putusan Sela Gazalba, Kejagung: Perkara Belum Inkrah, Lihat Perkembangannya

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, 24 WNI Diamankan Polisi Arab Saudi

Berhaji Tanpa Visa Haji, 24 WNI Diamankan Polisi Arab Saudi

Nasional
Enggan Beberkan Motif Anggota Densus Kuntit Jampidsus, Kejagung: Intinya Itu Terjadi

Enggan Beberkan Motif Anggota Densus Kuntit Jampidsus, Kejagung: Intinya Itu Terjadi

Nasional
Pengusaha RBS Pernah Jadi Saksi Kasus Timah, Akan Jadi Tersangka?

Pengusaha RBS Pernah Jadi Saksi Kasus Timah, Akan Jadi Tersangka?

Nasional
Tolak Konsep Panti Jompo, Risma: Tidak Sesuai Budaya Kita

Tolak Konsep Panti Jompo, Risma: Tidak Sesuai Budaya Kita

Nasional
MNEK 2025 Bali, TNI AL Akan Ajak Negara Peserta Lakukan Penghormatan ke KRI Nanggala

MNEK 2025 Bali, TNI AL Akan Ajak Negara Peserta Lakukan Penghormatan ke KRI Nanggala

Nasional
Draf RUU TNI: Prajurit Bisa Duduki Jabatan Sipil Sesuai Kebijakan Presiden

Draf RUU TNI: Prajurit Bisa Duduki Jabatan Sipil Sesuai Kebijakan Presiden

Nasional
Biduan Nayunda Minta SYL Bayar Cicilan Apartemennya, Diberi Pakai Uang Pribadi

Biduan Nayunda Minta SYL Bayar Cicilan Apartemennya, Diberi Pakai Uang Pribadi

Nasional
Draf RUU TNI: Pensiun Perwira 60 Tahun, Khusus Jabatan Fungsional Bisa sampai 65 Tahun

Draf RUU TNI: Pensiun Perwira 60 Tahun, Khusus Jabatan Fungsional Bisa sampai 65 Tahun

Nasional
Survei PPI: Dico Ganinduto-Raffi Ahmad Paling Kuat di Pilkada Jateng

Survei PPI: Dico Ganinduto-Raffi Ahmad Paling Kuat di Pilkada Jateng

Nasional
SYL Beli Parfum Rp 5 Juta, Bayar Pakai ATM Biro Umum Kementan

SYL Beli Parfum Rp 5 Juta, Bayar Pakai ATM Biro Umum Kementan

Nasional
Demokrat Tuding Suara PAN Meroket di Kalsel, Ricuh soal Saksi Pecah di MK

Demokrat Tuding Suara PAN Meroket di Kalsel, Ricuh soal Saksi Pecah di MK

Nasional
TNI AL Ajak 56 Negara Latihan Non-perang di Perairan Bali

TNI AL Ajak 56 Negara Latihan Non-perang di Perairan Bali

Nasional
Taksi Terbang Sudah Tiba di IKN, Diuji coba Juli Mendatang

Taksi Terbang Sudah Tiba di IKN, Diuji coba Juli Mendatang

Nasional
Bamsoet Akan Rekomendasikan MPR 2024-2029 Kembali Kaji Amandemen UUD 1945

Bamsoet Akan Rekomendasikan MPR 2024-2029 Kembali Kaji Amandemen UUD 1945

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com