Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikrar Nusa Bhakti: Hak Angket Kecurangan Pemilu Wajib Dilakukan karena Presiden yang Sibuk Bermain Politik

Kompas.com - 29/02/2024, 06:52 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, hak angket DPR untuk menyelidiki kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024 wajib dilakukan. Dia meyakini bahwa mekanisme hak angket bisa ditempuh.

Sebab, menurut Ikrar, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Presiden ikut-ikutan menjadi peserta pemilu, bukan hanya partai politik (parpol).

Ikrar pun mengungkit salah satu peserta Pemilu 2024, yakni Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut disampaikan Ikrar dalam program Satu Meja yang disiarkan Kompas TV, Rabu (28/2/2024) malam.

Baca juga: Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres, TPDI dan Perekat Nusantara Kirim Surat ke Pimpinan DPR

"Kalau buat saya, saya masih punya keyakinan. Dan itu (hak angket) memang wajib untuk dilakukan. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah, ini yang jadi peserta pemilu itu bukan cuma partai politik, tapi juga presiden," ujar Ikrar.

"Dan yang sibuk dalam bermain-main politik itu bukan partai politik, tapi lagi-lagi Presiden. Kenapa demikian? Karena kebetulan anaknya menjadi calon wakil presiden," katanya lagi.

Ikrar menjelaskan, bantuan sosial (bansos) pemerintah juga dimanfaatkan untuk mendukung salah satu paslon tertentu.

Dia meyakini bansos memang diberikan kepada semua masyarakat, tanpa melihat apakah orang itu mendukung pasangan calon (paslon) nomor 1, 2, atau 3.

Akan tetapi, Ikrar curiga ada bisikan pesan dari penyalur bansos agar masyarakat yang menerima harus mencoblos paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.

"Kemudian dari anggarannya, bansos itu berapa anggaran yang dikeluarkan. Yang tadi Bung Masinton mengatakan bahwa tiga kali dirapel dalam satu kali itu kan Rp 600 ribu ya. Itu teman-teman caleg enggak bakalan menang untuk melawan amplop yang besarnya cukup besar," ujar Ikrar.

Baca juga: Jimly: Hak Angket Bisa Terjadi tapi Pasti Tak Akan Ubah Hasil Pilpres 2024

Kemudian, Ikrar menyinggung soal pengerahan aparat di Pemilu 2024 ini juga sangat masif.

Dia lantas meminta semua pihak, baik yang menang ataupun kalah, untuk mewaspadai hal tersebut,

"Kenapa demikian? Kalau ini menjadi preseden yang buruk, kemudian berlanjut pada pemilu yang akan datang, pemilu yang akan datang lagi bagaimana masa depan demokrasi kita?" katanya.

Sementara itu, Ikrar menyayangkan politik uang kini tidak hanya berasal dari kantong masing-masing caleg saja, melainkan juga dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Itu benar-benar buat saya itu luar biasa. Makanya kemudian saya katakan ini adalah seakan-akan pemerintah melawan partai-partai politik," ujar Ikrar.

Diketahui, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menjadi sosok yang menggulirkan wacana hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Belakangan, capres nomor urut 1 Anies Baswedan turut mendukung langkah Ganjar tersebut.

Sementara itu, kubu Prabowo-Gibran dengan tegas menolak hak angket DPR.

Baca juga: Megawati Dukung Hak Angket Ubah Hasil Pemilu, Mahfud Anggap Bisa Berujung Pemakzulan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com