JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat resmi berada satu perahu dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Hal ini ditandai dengan dilantiknya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) di Istana Negara pada 21 Februari 2024 lalu.
Sebagaimana diketahui, AHY dan Moeldoko sempat berseteru karena saling mengeklaim kursi kepemimpinan Partai Demokrat.
Baca juga: Moeldoko dan Megawati Tak Hadiri Pelantikan AHY Jadi Menteri Jokowi
Gerakan untuk merebut Demokrat dari kepemimpinan AHY terjadi sejak awal 2021.
Saat itu, sejumlah kader senior Demokrat, yakni Jhoni Allen Marbun dan Marzuki Alie menginisiasi kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang dan menunjuk Moeldoko sebagai ketua umum tandingan.
Namun, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan kepengurusan Demokrat yang sah adalah yang berada di bawah kepemimpinan AHY.
Lantas bagaimana proses perebutan kursi Ketum Demokrat, pasca meleburnya AHY dan Moeldoko di kabinet?
Kembali ke tahun 2023, tepatnya bulan Juni, Partai Demokrat sempat menuding pihak Istana di balik upaya pengambilalihan kursi kepemimpinan AHY.
Saat itu tengah ramai peninjauan kembali (PK) yang dilakukan oleh Moeldoko untuk mengambil alih Partai Demokrat.
Baca juga: AHY Sebut Moeldoko Ajukan PK sebagai Upaya Ambil Alih Demokrat
PK tersebut diajukan kubu Moeldoko melalui Mahkamah Agung (MA).
AHY mengatakan, jika PK tersebut dikabulkan oleh MA, hal itu menunjukan bahwa rezim penguasa menggunakan instrumen hukum untuk menghambat langkah politik kelompok yang dianggap berseberangan.
"Ketika ada penguasa atau mereka yang berkuasa saat ini menggunakan hukum sebagai instrumen politik baik dalam konteks obstruction of justice, melindungi mereka yang dianggap satu bagian dengan mereka, dengan penguasa atau abuse of power menggunakan kekuasaan sebenarnya untuk menghabisi lawan politik dengan cara apa pun,” ujar AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
“Termasuk melalui PK KSP Moeldoko ini, maka sama saja sesungguhnya penguasa politik telah menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawannya. Ini tidak sehat, ini berbahaya, dan ini akan mengusik rasa ketidakadilan kita semuanya,” papar dia.
AHY menjelaskan, jika langkah KSP Moeldoko akhirnya berhasil, maka hal itu tak hanya menciderai Demokrat tetapi juga demokrasi Tanah Air.
Ia mengatakan, jika kepengurusan Partai Demokrat yang sah bisa diambil alih oleh pihak luar, maka hal itu juga bisa terjadi untuk partai politik (parpol) lainnya.
Baca juga: Jika PK Moeldoko Diterima, AHY: Penguasa Abuse of Power untuk Habisi Lawan Politik
AHY pun mempertanyakan sikap KSP Moeldoko yang terus berupaya untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.
“Apakah karena Demokrat sebagai oposisi? Apa karena Demokrat saat ini sedang serius membangun koalisi perubahan? Ingat, di negeri kita panglimanya adalah hukum, bukan politik,” tutur dia saat itu.
Delapan bulan kemudian, tepatnya Februari 2024, pasca pelantikan AHY sebagai menteri, Partai Demokrat kembali ditanya mengenai pandangannya tentang perseteruan dengan Moeldoko.
Soal pernah menuduh Istana di balik Moeldoko, Demokrat telah memberikan penjelasan bahwa Presiden Jokowi pernah mengundang AHY secara langsung untuk bertemu.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng mengatakan, saat itu Presiden menjelaskan bahwa Istana tak ada kaitan dengan tindakan Moeldoko yang membuat kepengurusan tandingan Partai Demokrat.
"Kami kan minta langsung, minta penjelasan kepada Pak Presiden Jokowi. Dan kemudian Presiden Jokowi langsung juga menerima, memberi waktu untuk bertemu dengan Mas AHY, memanggil Mas AHY ke Istana dan memberi penjelasan ke Mas AHY," ujar Andi dalam wawancara khusus GASPOL sebagaimana dilansir siaran YouTube Kompas.com pada Sabtu (24/2/2024).
Baca juga: Demokrat: Kami Menunggu Sidang Kabinet Pertama AHY dengan Moeldoko
"Bahwa dia (Presiden) tidak tahu menahu, Presiden Jokowi tidak tahu-menahu. Murni inisiatif dari Pak Moel sendiri. Dan ya itu kita terima. Karena itu kata Presiden begitu ya sudah kita percaya apa yang dikatakan Presiden. Jadi memang kelakuan Pak Moeldoko itu sendiri," ungkapnya.
Menurut Andi, kader Partai Demokrat hingga saat ini menilai apa yang dilakukan Moeldoko saat itu tidak pantas.
Terlebih Moeldoko merupakan pemimpin dari instansi KSP.
Namun, Andi sekarang merasa lega karena AHY sudah masuk di kabinet Presiden Jokowi, sementara Moeldoko gagal mengambil partainya.
"Sekarang kerja sama dalam kabinet yang sama. Dia (Moeldoko) gagal melakukan pembegalan ke Partai Demokrat dan sekarang Ketua Umum Partai Demokrat yang sah ada di sidang kabinet yang sama. Lihat saja nanti, mana senyumnya yang tulus?" tegas Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.