Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Merayakan Imlek: Mengingat Gus Dur dan Megawati

Kompas.com - 10/02/2024, 10:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bertahun-tahun pada zaman Orde Baru warga Tionghoa tak boleh merayakan Imlek secara terbuka di ruang publik. Tak ada semarak Imlek.

Larangan tersebut dilakukan Orde Baru melalui Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

Secara tekstual pemerintah Orde Baru beralasan bahwa kebudayaan Tionghoa dapat menimbulkan pengaruh psikologis, mental, dan moral yang tidak wajar bagi warga negara Indonesia.

Namun, secara kontesktual, larangan tersebut berdimensi politis. Peristiwa Oktober 1965 yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dugaan keterlibatan Tiongkok menjadi penyebabnya.

Dampak tuduhan keterlibatan Tiongkok sangat serius. Aksi-aksi demonstrasi awal Orde Baru menyasar pula kelompok Tionghoa. Beberapa kantor perwakilan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi sasaran amuk massa.

Dengan Inpres Nomor 14 Tahun 1967, pemerintah Orde Baru melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaan dan tradisi Tionghoa secara terbuka di Indonesia.

Larangan itu juga menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa (Konghucu), tidak berstatus pemeluk agama yang diakui.

Padahal, tradisi Tionghoa masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan bersamaan dengan migrasi manusia dari wilayah selatan Cina ke Asia Tenggara ratusan tahun lalu. Artinya, tradisi Tionghoa sudah menjadi bagian dari masyarakat Nusantara jauh sebelum Indonesia digagas.

Bahkan, proses pembentukan bangsa Indonesia tak sedikit pula kontribusi warga Tionghoa. Perbincangan tentang “bangsa” yang dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional awal abad ke-20 sebagian melalui surat kabar terbitan orang-orang Tionghoa.

Namun, arus balik terjadi pasca-Orde Baru. Banyak kebijakan Orde Baru dikoreksi. Dan, koreksi paling penting bagi warga Tionghoa tentu saja pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 oleh pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid – Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sebagai seorang demokrat sejati, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentu saja sangat mengerti penderitaan warga Tionghoa selama tiga puluh tahun akibat kebijakan diskriminatif Orde Baru.

Maka, pada Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

Selaku presiden, Gus Dur menjamin bahwa semua warga Tionghoa dapat menjalankan praktik-praktik kebudayaan dan religinya secara bebas di Indonesia.

Presiden pertama hasil Pemilu 1999 era reformasi itu juga mengakui secara resmi agama Konghucu. Agama yang diakui negara menjadi enam: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Perayaan Imlek 5 Februari 2000, menjadi perayaan pertama secara terbuka setelah sejak 1967 dilarang penguasa Orde Baru. Kita bisa merasakan kesukacitaan dan kebahagiaan warga Tionghoa saat itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesoris Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesoris Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Curhat' Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

[POPULER NASIONAL] "Curhat" Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

Nasional
Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
BNPB: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNPB: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com