Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Suara Akademisi Dianggap Partisan? Yang Benar Aja...

Kompas.com - 09/02/2024, 09:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENYAKSIKAN kampus demi kampus menyuarakan petisi keprihatinan, seperti mengingatkan saya akan kejadian jelang rezim Soeharto tumbang.

Sebagai jurnalis yang bekerja di media pemberitaan di salah satu stasiun televisi swasta, tahun 1997 hingga 1998 adalah periode terpanjang dalam hidup saya.

Setiap saat harus siap diterjunkan ke berbagai wilayah yang bergejolak menentang kebengisan rezim Orde Baru.

Rengasdengklok di Jawa Barat yang berada di pinggiran Jakarta meletup kerusuhan rasial menjadi tugas awal saya. Sebelumnya saya sudah “kenyang” dengan aksi-aksi perlawanan massa PDI menentang intervensi pemerintah di seantero Tanah Air.

Sementara di Jogyakarta, perlawanan mahasiswa begitu masif dilakukan berbagai kampus. Institut Seni Indonesia atau ISI Yogyakarta menggelar aksi teatrikal “Mas Wiranto” alias Masyarakat Wirobrajan Anti Soeharto.

Universitas Janabadra juga nekad mulai turun ke jalan, sementara aktivis Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai mendapat tindakan keras dari aparat.

Saya menjadi saksi kebrutalan aparat saat menyerbu Universitas Sanata Dharma sehingga gugurnya mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Moses Gatotkaca.

Saya bersama juru kamera sempat terkurung di atap Toko Merah – toko yang dindingnya berkelir merah – di Kawasan Gejayan karena aparat merangsek maju ingin membubarkan demo mahasiswa yang memblokade dan menyandera anggota DPRD Jogya.

Penayangan berita yang saya buat mengenai “Mas Wiranto” dan lolos sensor dari Komisi Siaran yang berisi para personel militer serta sengaja ditempatkan Pusat Penerangan ABRI (kini TNI) di stasiun televisi swasta, tidak urung bermasalah.

Bos tempat saya bekerja, diminta menyediakan sofa ruang tamu seorang menteri sebagai imbal balik tidak adanya teguran keras dari departemen yang dipimpinnya.

Suasana jelang “jatuhnya” Soeharto begitu mencekam. Satu per satu kampus menyuarakan keprihatinannya.

Saya mendapat penugasan saat mahasiswa dan civitas akademika Universitas Indonesia (UI) menggelar aksi demo di Kampus Salemba, Jakarta, 25 Februari 1998. Papan Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru ditutup kain putih oleh mahasiswa.

Tidak hanya itu, massa aksi juga melakukan hal yang sama pada papan bertuliskan serupa yang terpasang di dekat Masjid Arief Rachman Hakim dengan cat semprot warna hitam.

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR. Hegemoni Orde Baru yang kuat ternyata menjadi inspirasi bagi orangtua untuk memberi nama bagi anak-anak mereka. KOMPAS/EDDY HASBY Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR. Hegemoni Orde Baru yang kuat ternyata menjadi inspirasi bagi orangtua untuk memberi nama bagi anak-anak mereka.
Aksi mahasiwa dan akademisi UI tersebut oleh media massa dianggap sebagai aksi pertama yang menyetuskan ide reformasi. Dikatakan sebagai peristiwa pencetus bukan karena menjadi aksi pertama, tetapi aksi ini disorot secara luas oleh media nasional.

Keesokan harinya, 26 Februari 1998, saya masih meliput aksi demonstrasi mahasiswa UI di kampus UI Depok.

Saya begitu antusias meliput aksi-aksi mahasiswa UI, mengingat saya pernah berkuliah rangkap S-1 di Jurusan Kimia Fakultas Matematika UI maupun di Fakultas Hukum UI.

Kali ini sasaran mahasiswa adalah menutup tugu selamat datang ke kampus UI dengan kain putih yang bertuliskan "Kampus Perjuangan Rakyat".

Selain itu, mahasiswa juga membentangkan spanduk bertuliskan: "Turunkan harga; Hapuskan monopoli, korupsi dan kolusi; Tegakkan kedaulatan rakyat; Tuntut suksesi kepemimpinan nasional; Mahasiswa dan rakyat bersatulah" di depan Markas Komando Resimen Mahasiswa UI.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com