Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Habis Gimmick Terbit Buzzer?

Kompas.com - 05/02/2024, 16:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Putaran terakhir debat lebih dominan sebagai farewell party debat saja, dan sukar menjadi penghapus narasi-narasi debat yang heboh dengan aksi gimmick. Debat terakhir itu sekadar menjadi ending atau pengakhiran gimmick.

Pemerhati debat maupun semacam buzzer akan mendapat amunisi membuat narasi tentang produk dari debat berupa hasil pemilihan presiden-wapres.

Narasi model 1: pasangan capres-cawapres A perolehan suaranya tidak seheboh debatnya.

Narasi model 2 pasangan capres-cawapres B perolehan suaranya berbanding lurus dengan kehebohannya dalam debat.

Narasi model 3: pasangan capres-cawapres C perolehan suaranya berbanding terbalik dengan kehebohnya dengan debat.

Selama proses tahapan pemilihan, politik nasional dalam proses mencari presiden-wapres lima tahun ke depan sangat ramai dengan kreativitas narasi, yang bertendensi pro maupun antipasangan capres-cawapres.

Berkaca pada arus lalin produksi wacana capres-cawapres Pemilu 2009 dan 2014, narasi kreatif dalam arti positif maupun negatif tidak putus sampai pada hari penetapan hasil.

Pascapimpinan nasional terpilih, periode baru membangun narasi politik dimulai. Apabila dua pemilu sebelumnya polarisasi narasi politik mengerucut pada dua kubu (cebong Vs kampret), maka pascapemilihan 2024 bisa saja tercipta lagi tiga golongan politik.

Sejauh pada tahap debat media sosial, tidak ke bentuk penistaan, dan kekerasan fisik, polarisasi warna wacana politik pascapesta demokrasi bisa saja ditoleransi, dengan catatan “perkelahian narasi” masih mengedepankan etika komunikasi.

Sepuluh tahun terakhir, terdapat politik “sekterian” berbasis dukungan capres-cawapres sebagai warisan dari pertarungan politik, sebenarnya tidak perlu dilestarikan.

Faktanya, sisa-sisa warisan sekterian itu masih muncul dalam tahapan-tahapan pemilu presiden 2024, dan korbannya penantang petahana.

Persoalan wacana sekterian politik menjadi problem ketika opini mereka diamini dan menjadi pembenaran perangkat kekuasaan petahana untuk mengesahkan kekuasaan overacting, kekuasaan dinasti, dan kekuasaan menipulasi sumber daya ekonomi dan fasilitas negara, sebagai modal dan strategi membangun kekuasaan baru 2024-2029.

Menghapus “wacana sekterian politik” pasca-Pemilu 2024 sebagai gagasan strategis agar penyelenggaraan demokrasi tidak terstigmatisasi oleh “suara-suara berbayar”.

Namun gagasan ini mungkin saja laksana menegakkan benang basah di tembok. Atau situasi ini perlu dilestarikan agar politik nasional tetap panas dan dinamis?

Wacana sekterian politik bisa dihapus atau sebaliknya bertahan sangat berkaitan dengan siapa sosok presiden-wapres terpilih. Tiga peluang bisa terjadi nuansa politik pascapemimpin baru.

Peluang satu: pertarungan wacana dari pendukung capres-cawapres berakhir karena sistem politik top down dominan. Istilah Gramsci, kekuasaan hegeminik terbentuk akibatnya kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berserikat dikekang, diberangus.

Peluang dua: pertarungan wacana dari pendukung capres-cawapres makin terbuka karena pemimpin terpilih menerapkan komunikasi model bottom up dengan alasan mengembangkan keterbukaan dan demokrasi yang sehat.

Peluang tiga: pertarungan dari pendukung capres-cawapres tetap bergairah, tetapi pertarungan itu terbatas pada para buzzer berbayaran, yang tidak menghitung persoalan demokrasi dan keterbukaan serta kebebasan berpendapat. Yang penting berwacana sesuai pemesan agar mendapat cuan.

Apakah saat gimmick berakhir akan terbit buzzer pasca-Pemilu 2024? Apakah mereka bisa berkibar dan berkoar lantang seperti selama sepuluh tahun berjalan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com