Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Habis Gimmick Terbit Buzzer?

Kompas.com - 05/02/2024, 16:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PUBLIK mendapat kesan dominan soal gimmick atau trik daripada substansi program calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) selama empat periode debat. Ini ibarat peribahasa, karena nilai setitik rusak susu sebelanga.

Berbagai komentar, respons, reaksi dari awam sampai intelektual soal substansi materi debat, memang, tidak lebih heboh daripada perdebatan, pencibiran, candaan soal gimmick.

Sebagian menganggap debat membahas persolan kebangsaan, sebagian besar berpendapat debat sebagai bahan candaan, cibiran, tertawaan.

Debat sebagai forum membahas program secara serius dikonotasikan pada capres-cawapres yang siap berkomunikasi politik secara etis dan menguasai masalah.

Sebaliknya, debat sebagai arena trik dikonotasikan kepada capres-cawapres yang tidak siap dengan gagasan, tidak mampu berkomunikasi politik secara konstruktif.

Persilangan situasi debat itu bisa menjadi asumsi atau hipotesis tentang perilaku politik dan komunikasi politik presiden-wapres terpilih untuk memimpin Indonesia 2024-2029.

Tiga kutub pandangan tentang tipologi presiden-wapres terpilih: Tipe 1 apabila pasangan capres-cawapres penantang (non-petahana) terpilih, maka komunikasi politiknya terbuka dan peluang lebih baik dalam hal keterbukaan informasi, kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berserikat.

Tipe 2 apabila pasangan capres-cawapres terpilih dari petahana, maka komunikasi politik dominan topdown dan peluang besar terjadi replikasi new-otoriatarian,

Tipe 3 apabila pasangan capres-cawapres kombinasi bagian dari petahana terpilih, komunikasi politiknya cenderung topdown, tetapi kekuasaannya cenderung terukur, dengan memberi peluang kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berorganisasi sedikit fair.

Pemodelan tipe komunikasi presiden-wapres terpilih mendasarkan pada bagaimana perilaku dan komunikasi politik capres-cawapres dalam mengelola panggung debat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mereka telah menyampaikan gagasan pada putaran pertama soal pemerintah, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik dan kerukunan warga.

Putaran dua mendebatkan soal ekonomi, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Putaran tiga membahas pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik. Putaran empat mendebatkan soal pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, hingga masyarakat adat.

Adapun putaran terakhir (lima) membicangkan tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

Komentar, kesan, respons positif maupun negatif dalam empat putaran debat, telah melekat dalam memori publik tentang bagaimana kualitas capres-cawapres.

Putaran terakhir debat lebih dominan sebagai farewell party debat saja, dan sukar menjadi penghapus narasi-narasi debat yang heboh dengan aksi gimmick. Debat terakhir itu sekadar menjadi ending atau pengakhiran gimmick.

Pemerhati debat maupun semacam buzzer akan mendapat amunisi membuat narasi tentang produk dari debat berupa hasil pemilihan presiden-wapres.

Narasi model 1: pasangan capres-cawapres A perolehan suaranya tidak seheboh debatnya.

Narasi model 2 pasangan capres-cawapres B perolehan suaranya berbanding lurus dengan kehebohannya dalam debat.

Narasi model 3: pasangan capres-cawapres C perolehan suaranya berbanding terbalik dengan kehebohnya dengan debat.

Selama proses tahapan pemilihan, politik nasional dalam proses mencari presiden-wapres lima tahun ke depan sangat ramai dengan kreativitas narasi, yang bertendensi pro maupun antipasangan capres-cawapres.

Berkaca pada arus lalin produksi wacana capres-cawapres Pemilu 2009 dan 2014, narasi kreatif dalam arti positif maupun negatif tidak putus sampai pada hari penetapan hasil.

Pascapimpinan nasional terpilih, periode baru membangun narasi politik dimulai. Apabila dua pemilu sebelumnya polarisasi narasi politik mengerucut pada dua kubu (cebong Vs kampret), maka pascapemilihan 2024 bisa saja tercipta lagi tiga golongan politik.

Sejauh pada tahap debat media sosial, tidak ke bentuk penistaan, dan kekerasan fisik, polarisasi warna wacana politik pascapesta demokrasi bisa saja ditoleransi, dengan catatan “perkelahian narasi” masih mengedepankan etika komunikasi.

Sepuluh tahun terakhir, terdapat politik “sekterian” berbasis dukungan capres-cawapres sebagai warisan dari pertarungan politik, sebenarnya tidak perlu dilestarikan.

Faktanya, sisa-sisa warisan sekterian itu masih muncul dalam tahapan-tahapan pemilu presiden 2024, dan korbannya penantang petahana.

Persoalan wacana sekterian politik menjadi problem ketika opini mereka diamini dan menjadi pembenaran perangkat kekuasaan petahana untuk mengesahkan kekuasaan overacting, kekuasaan dinasti, dan kekuasaan menipulasi sumber daya ekonomi dan fasilitas negara, sebagai modal dan strategi membangun kekuasaan baru 2024-2029.

Menghapus “wacana sekterian politik” pasca-Pemilu 2024 sebagai gagasan strategis agar penyelenggaraan demokrasi tidak terstigmatisasi oleh “suara-suara berbayar”.

Namun gagasan ini mungkin saja laksana menegakkan benang basah di tembok. Atau situasi ini perlu dilestarikan agar politik nasional tetap panas dan dinamis?

Wacana sekterian politik bisa dihapus atau sebaliknya bertahan sangat berkaitan dengan siapa sosok presiden-wapres terpilih. Tiga peluang bisa terjadi nuansa politik pascapemimpin baru.

Peluang satu: pertarungan wacana dari pendukung capres-cawapres berakhir karena sistem politik top down dominan. Istilah Gramsci, kekuasaan hegeminik terbentuk akibatnya kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berserikat dikekang, diberangus.

Peluang dua: pertarungan wacana dari pendukung capres-cawapres makin terbuka karena pemimpin terpilih menerapkan komunikasi model bottom up dengan alasan mengembangkan keterbukaan dan demokrasi yang sehat.

Peluang tiga: pertarungan dari pendukung capres-cawapres tetap bergairah, tetapi pertarungan itu terbatas pada para buzzer berbayaran, yang tidak menghitung persoalan demokrasi dan keterbukaan serta kebebasan berpendapat. Yang penting berwacana sesuai pemesan agar mendapat cuan.

Apakah saat gimmick berakhir akan terbit buzzer pasca-Pemilu 2024? Apakah mereka bisa berkibar dan berkoar lantang seperti selama sepuluh tahun berjalan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com