JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memiliki pandangan yang berbeda dengan lembaga antirasuah menyangkut dasar hukum penetapan tersangka Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Eddy Hiariej merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Tetapi, status tersangkanya dicabut oleh PN Jaksel dalam putusan praperadilan.
“Sepertinya ini ada pandangan yang berbeda antara KPK dengan hakim yang mengadili permohonan dimaksud,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (31/1/2024).
Menurut Ali, dalam mengadili gugatan praperadilan Eddy Hiariej, Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono lebih banyak menggunakan ketentuan umum yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai dasar pertimbangan.
Baca juga: Status Tersangka Eddy Hiariej Gugur, KPK Diminta Keluarkan Tersangka Penyuapnya
Sementara itu, dalam penetapan tersangka Eddy, KPK menggunakan Pasal 44 Undang-Undang KPK baik yang lama maupun hasil revisi.
“Tidak ada perubahan sama sekali,” ujar Ali.
Lebih lanjut, Ali mengatakan, KPK akan mempelajari terlebih dahulu semua pertimbangan majelis hakim sebelum menentukan langkah hukum berikutnya.
Sampai saat ini, menurut ali, PN Jaksel belum juga mengirimkan salinan resmi putusan praperadilan Eddy Hiariej.
“Kami berharap PN Jakarta Selatan dapat segera mengirimkan salinan putusan tersebut supaya kami bisa pelajari dan analisis lebih lanjut,” kata Ali.
Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah
Sebelumnya, dalam pertimbangan putusan Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono menyebut barang bukti untuk menetapkan Eddy dinilai tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP itu, penetapan tersangka Eddy oleh KPK dianggap tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusannya, Estiono pun mencabut status tersangka Eddy.
“Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Estiono dalam sidang pada Selasa, 30 Januari 2024.
Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Dikabulkan, Ketua KPK Sebut Akan Pelajari Putusannya
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Uang panas itu diduga diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.
KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.
Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.