Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Hakim PN Jaksel Beda Pendapat soal Dasar Hukum Penetapan Tersangka Eddy Hiariej

Kompas.com - 31/01/2024, 14:18 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memiliki pandangan yang berbeda dengan lembaga antirasuah menyangkut dasar hukum penetapan tersangka Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

Eddy Hiariej merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Tetapi, status tersangkanya dicabut oleh PN Jaksel dalam putusan praperadilan.

“Sepertinya ini ada pandangan yang berbeda antara KPK dengan hakim yang mengadili permohonan dimaksud,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (31/1/2024).

Menurut Ali, dalam mengadili gugatan praperadilan Eddy Hiariej, Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono lebih banyak menggunakan ketentuan umum yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai dasar pertimbangan.

Baca juga: Status Tersangka Eddy Hiariej Gugur, KPK Diminta Keluarkan Tersangka Penyuapnya

Sementara itu, dalam penetapan tersangka Eddy, KPK menggunakan Pasal 44 Undang-Undang KPK baik yang lama maupun hasil revisi.

“Tidak ada perubahan sama sekali,” ujar Ali.

Lebih lanjut, Ali mengatakan, KPK akan mempelajari terlebih dahulu semua pertimbangan majelis hakim sebelum menentukan langkah hukum berikutnya.

Sampai saat ini, menurut ali, PN Jaksel belum juga mengirimkan salinan resmi putusan praperadilan Eddy Hiariej.

“Kami berharap PN Jakarta Selatan dapat segera mengirimkan salinan putusan tersebut supaya kami bisa pelajari dan analisis lebih lanjut,” kata Ali.

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah

Sebelumnya, dalam pertimbangan putusan Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono menyebut barang bukti untuk menetapkan Eddy dinilai tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP itu, penetapan tersangka Eddy oleh KPK dianggap tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tetap.

Dalam putusannya, Estiono pun mencabut status tersangka Eddy.

“Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Estiono dalam sidang pada Selasa, 30 Januari 2024.

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Dikabulkan, Ketua KPK Sebut Akan Pelajari Putusannya

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Uang panas itu diduga diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.

KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.

Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.

Baca juga: Status Tersangka Eddy Hiariej Tak Sah, Penyitaan Alat Bukti dan Pemeriksaan Saksi Setelah Penetapan Tersangka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Produksi Minyak Blok Rokan Lebih Tinggi Setelah Dikelola Pertamina

Jokowi Klaim Produksi Minyak Blok Rokan Lebih Tinggi Setelah Dikelola Pertamina

Nasional
Menkominfo Sebut MWC 2024 Berpeluang Jadi Showcase Ekosistem Telekomunikasi Nasional

Menkominfo Sebut MWC 2024 Berpeluang Jadi Showcase Ekosistem Telekomunikasi Nasional

Nasional
Moeldoko Bicara soal Tapera, Sebut Tak Akan Ditunda dan Bantah untuk Danai IKN

Moeldoko Bicara soal Tapera, Sebut Tak Akan Ditunda dan Bantah untuk Danai IKN

Nasional
Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Tak Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende, Megawati Disebut Sedang Kurang Sehat

Nasional
Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Hasto Kristiyanto Gantikan Megawati Bacakan Amanat Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Pakaian Teluk Belange, Baju Adat Jokowi Saat Pimpin Ucapara Hari Lahir Pancasila di Riau

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Jokowi Jelaskan Alasan Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Hulu Rokan Riau

Nasional
Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT Dimulai Tanpa Megawati

Nasional
Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Ganjar-Mahfud Hadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Ende NTT

Nasional
Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Pakai Baju Adat, Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila 2024 di Riau

Nasional
Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Momen Sri Mulyani Kenalkan Ponakan Prabowo Thomas Djiwandono ke Publik

Nasional
24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

24 WNI Kedapatan Palsukan Visa Haji, Kemenag Wanti-wanti Jemaah Pakai Visa Resmi

Nasional
139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

139.421 Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arab Saudi hingga Hari Ke-20 Keberangkatan, 28 Wafat

Nasional
22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

22 WNI Pengguna Visa Haji Palsu Dideportasi dari Arab Saudi, Ongkos Pulang Ditanggung Sendiri

Nasional
Pancasila Vs Ideologi 'Ngedan'

Pancasila Vs Ideologi "Ngedan"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com