Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Pancasila Vs Ideologi "Ngedan"

Kompas.com - 01/06/2024, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASIH hidupkah Pancasila? Masih bergunakah 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila? Benarkah Pancasila mendasari sistem dan moral bernegara kita?

Pertanyaan bernada menggugat itu masih bisa diperpanjang. Rasa-rasanya Pancasila hanya digdaya di atas kertas sebagai retorika, tapi terseok-seok di kehidupan nyata sebagai sistem dan moral bernegara.

Refleksi

Mari kita merefleksikan fenomena di beberapa tahun terakhir.

Di satu tahun terakhir saja dua lembaga negara yang menjadi pilar reformasi “roboh”: Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

MK dan KPK lahir dari rahim reformasi. Dari koreksi atas reduksionisme Pancasila oleh Orde Baru.

MK dan KPK dibuat agar negara tidak digerogoti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyakit kronis Orde Baru. KKN membuat rakyat tak kunjung menikmati kesejahteraan yang dijanjikan kemerdekaan.

Namun, ironis dan tragis. Dua lembaga negara anak kandung reformasi ambruk hampir bersamaan justru akibat KKN pucuk pimpinannya.

Di MK, Anwar Usman dicopot dari jabatan Ketua MK. Ia melakukan pelanggaran etik berat, ikut mengadili norma yang menguntungkan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.

Tindakannya dinilai menabrak aturan dan etika. Implikasinya mendalam sekali bagi sistem dan moral bernegara. Tindakan Anwar Usman berujung pada carut-marut Pemilu 2024 dan legitimasinya.

KPK juga “roboh”. Ketuanya, Firli Bahuri, ditetapkan sebagai tersangka.

Aneh bin ajaib. Firli diduga memeras mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Bisa-bisanya pemimpin KPK melakukan pemerasan yang mestinya diberantasnya.

Mari kita ikuti persidangan SYL. Dari persidangan diketahui betapa mantan Menteri Pertanian itu memperlakukan kekuasaan seakan-akan milik keluarga.

Pembelian kacamata, perawatan kulit, renovasi rumah, sunatan cucu, membayar pembantu serta pengeluaran keluarga lainnya seakan menjadi tanggungan Kementerian Pertanian.

Yang juga menjengkelkan publik, dari persidangan SYL terkuak pula tindakan menyimpang seorang auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia disebut meminta uang untuk opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementerian Pertanian, karena status WTP Kementerian Pertanian terganjal program “food estate” (Kompas.com, 10/05/2024).

Saat ini, mantan Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, sedang didakwa menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (AS), setara Rp 40 miliar.

Uang itu disebut untuk mengondisikan temuan BPK dalam proyek penyediaan infrastruktur “base transceiver station” (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Di persidangan tiba-tiba Qosasi mengaku khilaf dan minta maaf (Kompas.com, 28/05/2024).

Status WTP yang seringkali dibangga-banggakan oleh pemimpin pemerintahan ternyata bisa diperjualbelikan. Temuan BPK bisa dikondisikan.

Korupsi SYL lalu menambah panjang deret korupsi menteri yang tertangkap. Sebelumnya, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo saja ada Juliari Batubara (mantan Menteri Sosial), Idrus Marham (mantan Menteri Sosial), Imam Nahrawi (mantan Menpora), Edhy Prabowo (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan), Johnny Gerard Plate (mantan Menkominfo).

Korupsi menteri tentu saja melibatkan para pihak, baik dari pejabat pemerintah maupun swasta. Terkesan ada persekongkolan jahat untuk mengeruk kekayaan negara demi kepentingan sendiri.

Di lembaga kehakiman dan kejaksaan pun demikian, tak bersih dari korupsi. Menyasar pula sejumlah hakim dan jaksa.

Setali tiga uang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Data di KPK sejak 2004 hingga Juli 2023 menyebutkan, sebanyak 344 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD.

Jumlah ini terbanyak ketiga, di bawah kasus korupsi yang menjerat kalangan swasta dan pejabat eselon I-IV (Kompas.com, 19/07/2023).

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menunjukkan peningkatan jumlah kasus korupsi di Indonesia tiga tahun terakhir.

Tahun 2021 tercatat 533 kasus, dengan 1.173 tersangka. Meningkat pada 2022, sebanyak 579 kasus, dengan 1.396 tersangka. Pada 2023 meningkat lagi menjadi 791 kasus, dengan 1.695 tersangka (Kompas.com, 19/05/2024).

Sungguh mengerikan sekaligus memprihatinkan. Korupsi telah menjerat lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jamdatun Feri Wibisono Ditunjuk Jadi Wakil Jaksa Agung

Jamdatun Feri Wibisono Ditunjuk Jadi Wakil Jaksa Agung

Nasional
Sri Mulyani Mulai Mulai Hitung-hitung Anggaran Pemerintahan Prabowo

Sri Mulyani Mulai Mulai Hitung-hitung Anggaran Pemerintahan Prabowo

Nasional
Hapus 2 DPO Kasus 'Vina Cirebon', Polri Akui Tak Punya Bukti Kuat

Hapus 2 DPO Kasus "Vina Cirebon", Polri Akui Tak Punya Bukti Kuat

Nasional
Tak Hadiri Panggilan MKD, Bamsoet Sebut Undangan Diterima Mendadak

Tak Hadiri Panggilan MKD, Bamsoet Sebut Undangan Diterima Mendadak

Nasional
Proyeksi Sri Mulyani untuk Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II: Masih Terjaga seperti Kuartal I

Proyeksi Sri Mulyani untuk Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II: Masih Terjaga seperti Kuartal I

Nasional
Psikolog Forensik Sebut Ada Perbedaan Laporan Iptu Rudiana dengan Hasil Otopsi soal Kematian Vina dan Eky

Psikolog Forensik Sebut Ada Perbedaan Laporan Iptu Rudiana dengan Hasil Otopsi soal Kematian Vina dan Eky

Nasional
Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

Usai Rapat dengan Jokowi, Gubernur BI Jamin Rupiah Akan Menguat

Nasional
Hasil Pertemuan Prabowo dengan Ketum Parpol KIM Tak Akan Dilaporkan ke Jokowi

Hasil Pertemuan Prabowo dengan Ketum Parpol KIM Tak Akan Dilaporkan ke Jokowi

Nasional
Dianugerahi Bintang Bhayangkara Utama, Prabowo: Terima Kasih Kapolri, Kehormatan bagi Saya

Dianugerahi Bintang Bhayangkara Utama, Prabowo: Terima Kasih Kapolri, Kehormatan bagi Saya

Nasional
PDI-P Lirik Susi Pudjiastuti Maju Pilkada Jabar, Airlangga: Bagus untuk Pandeglang

PDI-P Lirik Susi Pudjiastuti Maju Pilkada Jabar, Airlangga: Bagus untuk Pandeglang

Nasional
Jokowi Absen dalam Sidang Gugatan Bintang Empat Prabowo di PTUN

Jokowi Absen dalam Sidang Gugatan Bintang Empat Prabowo di PTUN

Nasional
Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Mundur jika Ikut Pilkada atau Diberhentikan

Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Mundur jika Ikut Pilkada atau Diberhentikan

Nasional
Imigrasi Berupaya Pulihkan Layanan Pakai 'Back Up' PDN Kominfo di Batam

Imigrasi Berupaya Pulihkan Layanan Pakai "Back Up" PDN Kominfo di Batam

Nasional
Ada Erick Thohir pada Pertemuan Prabowo dan Ketum Parpol KIM, Begini Penjelasan Airlangga

Ada Erick Thohir pada Pertemuan Prabowo dan Ketum Parpol KIM, Begini Penjelasan Airlangga

Nasional
Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

Psikolog Forensik: Laporan Visum Sebut Vina dan Eky Mati Tak Wajar, Tak Disebut Korban Pembunuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com