Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaji Praperadilan Eddy Hiariej yang Dikabulkan, KPK: Pertimbangan Hakim Masuk Akal atau Masuk Angin

Kompas.com - 30/01/2024, 18:46 WIB
Syakirun Ni'am,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan pihaknya harus mengkaji pertimbangan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengabulkan gugatan Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

Eddy merupakan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) yang menjadi tersangka suap dan gratifikasi. Ia kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.

"Iya (KPK harus mengkaji). Pertimbangan hakim masuk akal atau masuk angin. Ini yang harus dicermati," kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/1/2024).

Baca juga: KPK Panggil Idrus Marham Jadi Saksi Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Alex menuturkan, jika dalam pertimbangan itu Hakim Tunggal PN Jaksel menilai alat bukti tidak lengkap, KPK akan melengkapi alat bukti itu.

Setelah alat bukti dilengkapi, KPK bisa kembali menetapkan Eddy sebagai tersangka.

"Kalau menurut hakim bukti tidak cukup ya kita lengkapi atau cukupi buktinya dan tetapkan tersangka lagi," tutur Alex.

Ditemui Kompas.com di Menara Kompas, Ketua KPK Nawawi Pomolango juga menyatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu putusan tersebut.

Meski demikian, pihaknya menggarisbawahi bahwa praperadilan hanya menggugat persoalan formil, bukan materiil dari suatu perkara.

Nawawi juga menyebut, setelah mengkaji putusan itu pihaknya membuka peluang untuk kembali menetapkan Eddy sebagai tersangka.

"Bahwa sudah diputuskan praperadilan kita pelajari aspek mana dan bisa kemudian ada kemungkinan untuk coba kita naikkan kembali (status tersangka). Kita lihat saja," tutur Nawawi.

Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Naksel Estiono mengabulkan gugatan yang diajukan Eddy Hiariej.

Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa. 

Hakim juga menilai penetapan tersangka tersangka Eddy Hiariej oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca juga: Hari Ini, KPK Jawab Gugatan Praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hernawan

"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," tambah dia.

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Uang panas itu diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.

KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.


Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Naksel Estiono mengabulkan gugatan yang diajukan Eddy Hiariej.

Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Tak Tahan Eddy Hiariej, KPK Digugat MAKI ke PN Jakarta Selatan

"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa.

Hakim juga menilai gugatan pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," tambah dia.

Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah

Uang panas itu diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.

KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com