Eddy merupakan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) yang menjadi tersangka suap dan gratifikasi. Ia kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.
"Iya (KPK harus mengkaji). Pertimbangan hakim masuk akal atau masuk angin. Ini yang harus dicermati," kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/1/2024).
Alex menuturkan, jika dalam pertimbangan itu Hakim Tunggal PN Jaksel menilai alat bukti tidak lengkap, KPK akan melengkapi alat bukti itu.
Setelah alat bukti dilengkapi, KPK bisa kembali menetapkan Eddy sebagai tersangka.
"Kalau menurut hakim bukti tidak cukup ya kita lengkapi atau cukupi buktinya dan tetapkan tersangka lagi," tutur Alex.
Ditemui Kompas.com di Menara Kompas, Ketua KPK Nawawi Pomolango juga menyatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu putusan tersebut.
Meski demikian, pihaknya menggarisbawahi bahwa praperadilan hanya menggugat persoalan formil, bukan materiil dari suatu perkara.
Nawawi juga menyebut, setelah mengkaji putusan itu pihaknya membuka peluang untuk kembali menetapkan Eddy sebagai tersangka.
"Bahwa sudah diputuskan praperadilan kita pelajari aspek mana dan bisa kemudian ada kemungkinan untuk coba kita naikkan kembali (status tersangka). Kita lihat saja," tutur Nawawi.
Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Naksel Estiono mengabulkan gugatan yang diajukan Eddy Hiariej.
Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa.
Hakim juga menilai penetapan tersangka tersangka Eddy Hiariej oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," tambah dia.
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Uang panas itu diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.
KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.
Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.
Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa.
Hakim juga menilai gugatan pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," tambah dia.
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.
Uang panas itu diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham.
KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka.
Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.
https://nasional.kompas.com/read/2024/01/30/18463871/kaji-praperadilan-eddy-hiariej-yang-dikabulkan-kpk-pertimbangan-hakim-masuk