Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Dinilai Tak Lagi Berimbang Ketika Presiden Beri Dukungan Calon Tertentu

Kompas.com - 25/01/2024, 10:43 WIB
Singgih Wiryono,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Peta Kecurangan Pemilu Feri Amsari menilai, pemilihan presiden (pilpres) 2024 tak lagi berimbang ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keberpihakan pada calon tertentu.

Karena menurut Feri, Jokowi akan membawa atribut kepala negara sekaligus kepala pemerintahan saat berkampanye mendukung capres tertentu nanti.

"Contoh disinggung, jangan menggunakan fasilitas negara. Pernyataan Presiden yang menyatakan bahwa saya boleh berkampanye boleh mendukung saat apa? saat menyelenggarakan tugas negara. Tapi dia menunjukan fasilitas tidak hanya tampak, tapi suasana, atribut yang digunakan, di sanalah letak powerfull presiden," katanya dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (24/1/2024).

Baca juga: Pernyataan Jokowi soal Boleh Memihak Dinilai Pembangkangan terhadap UU Pemilu

"Dia masuk ke ruang yang tak lagi berimbang untuk calon-calon lain," sambung dia.

Feri mengatakan, dari ketentuan umum terkait Pemilu memang benar presiden diperbolehkan kampanye sepanjang tidak memanfaatkan fasilitas negara.

Namun konteksnya harus dilihat secara lebih mendalam, menurut Feri pasal memberikan izin kampanye itu diberikan kepada presiden yang hendak maju kembali dalam Pilpres.

Ia juga memberikan contoh, Presiden aktif Amerika Serikat Barack Obama saat itu pernah mengkampanyekan Hillary Clinton sebagai capres.

"Di Amerika lumrahnya presiden ikut kampanye mendukung capres yang berasal dari partainya. Kondisi di bawah rezim Jokowi berbeda, dia mengubah tabiat dan moralitas berpolitik, dia berkampanye mendukung capres yang bukan dari partainya," imbuhnya.


Feri menilai, moralitas dan etika dalam berpolitik yang merosot di era Jokowi bisa jadi menular dalam pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan negara.

"Mustinya seorang presiden mendukung partainya, kita membangun sistem politik terkait dengan hukum tata negara, kalau kemudian adab berpolitik terutama berpartai tidak dilakukan oleh presiden, yang saya khawatirkan presiden juga lupa bermoralitas dalam menyelenggarakan negara," tandasnya.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan, seorang presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu).

Selain itu, menurut Jokowi, seorang presiden juga boleh memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.

Hal itu disampaikan Jokowi saat ditanya perihal menteri-menteri yang berasal dari bidang nonpolitik malah aktif berkampanye pada saat ini.

Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Istana: Ditegaskan dalam UU Pemilu

Jokowi mengatakan, aktivitas yang dilakukan menteri-menteri dari bidang nonpolitik itu merupakan hak demokrasi.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Forum WSIS 2024, Menkominfo Ajak UNESCO Perkuat Tata Kelola Internet dan Pengembangan Talenta Digital Indonesia

Forum WSIS 2024, Menkominfo Ajak UNESCO Perkuat Tata Kelola Internet dan Pengembangan Talenta Digital Indonesia

Nasional
Ivo Wongkaren Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar dalam Kasus Korupsi Bansos

Ivo Wongkaren Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar dalam Kasus Korupsi Bansos

Nasional
MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur, Kaesang Bisa Maju Pilkada Jakarta

MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur, Kaesang Bisa Maju Pilkada Jakarta

Nasional
Putusan MA, Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Pelantikan

Putusan MA, Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Pelantikan

Nasional
Anak SYL Siap Kembalikan Uang Hasil Korupsi, KPK: Tak Hapus Pidana

Anak SYL Siap Kembalikan Uang Hasil Korupsi, KPK: Tak Hapus Pidana

Nasional
Nasdem Senang Gerindra Dorong Budi Djiwandono pada Pilkada Jakarta

Nasdem Senang Gerindra Dorong Budi Djiwandono pada Pilkada Jakarta

Nasional
Gerindra Bicara soal Dukungan pada Keponakan Prabowo Maju pada Pilkada Jakarta

Gerindra Bicara soal Dukungan pada Keponakan Prabowo Maju pada Pilkada Jakarta

Nasional
Nasdem Intens Komunikasi dengan Anies Soal Pilkada DKI Jakarta

Nasdem Intens Komunikasi dengan Anies Soal Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Tinjau Sembako di Pasar Lawang Agung Sumsel, Jokowi: Harga-harga Baik

Tinjau Sembako di Pasar Lawang Agung Sumsel, Jokowi: Harga-harga Baik

Nasional
Polri Tak Sanksi Anggota Densus 88 yang Kuntit Jampidsus

Polri Tak Sanksi Anggota Densus 88 yang Kuntit Jampidsus

Nasional
KPK Konfirmasi Dugaan Pembelian Aset SYL ke Bos Maktour Travel

KPK Konfirmasi Dugaan Pembelian Aset SYL ke Bos Maktour Travel

Nasional
Respons Polri soal Kewenangan Batasi-Blokir Akses Internet Publik dalam Revisi UU

Respons Polri soal Kewenangan Batasi-Blokir Akses Internet Publik dalam Revisi UU

Nasional
MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

RSUD di Musi Rawas Utara Kekurangan Listrik, Jokowi Langsung Telepon Dirut PLN

Nasional
Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Politik Uang: Sanderaan Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com