Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Pungli di Rutan KPK Habiskan Uangnya untuk Makan dan Beli Bensin

Kompas.com - 19/01/2024, 21:07 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut uang panas para pegawai rumah tahanan (Rutan) KPK yang terlibat pungutan liar (Pungli) habis untuk beli makanan dan bensin.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, para pegawai rutan yang diduga melanggar etik itu menerima uang dalam jumlah yang kecil dalam satu kali transaksi.

“Penerimaannya itu kan (kecil-kecil) iya kan setiap bulan, jadi ya habis buat bensin, buat beli makan, begitu-begitu lah,” kata Albertina saat ditemui awak media di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2024).

Albertina membantah uang hasil pungli itu digunakan para pegawai untuk berfoya-foya. Menurutnya, uang itu juga tidak ada yang berubah bentuk menjadi aset.

Baca juga: Pungli di Rutan KPK, Tahanan Disebut Bisa Pesan Makanan lewat Aplikasi Online

“Buat makan, buat beli bensin, katanya begitu,” ujar Albertina.

Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu menyebut, pembagian uang kepada para pegawai rutan dilakukan oleh salah satu pegawai yang dituakan.

Sosok pegawai tersebut disebut dengan istilah “lurah” oleh petugas rutan lainnya. Meski demikian, Albertina enggan mengungkapkan siapa nama lurah yang membagi-bagikan jatah uang panas.

“Nanti pas putusan Anda tahu,” tutur Albertina.

Adapun pungutan uang di Rutan KPK bervariasi mulai dari Rp 10 sampai Rp 20 juta sebagai biaya menyelundupkan handphone (Hp) ke dalam tahanan.

Tahanan juga harus membayar sekitar Rp 200 ribu untuk sekali isi ulang baterai maupun powerbank.

Baca juga: Dugaan Pungli di Rutan KPK: Selundupkan HP Rp 10 Juta-Rp 20 Juta, Sekali Ngecas Bayar Rp 200.000

Di luar biaya ponsel tersebut, para tahanan juga mesti membayar uang bulanan Rp 5 juta.

“Orang-orang yang bayar bulanan ya, itu tahanan yang bayar ya, bulanan itu ada yang Rp 5 juta, ada yang Rp 4 juta,” ujarnya.

Saat ini, Dewas KPK tengah menyidangkan perkara etik yang menyeret 93 pegawai rutan. Mereka dikelompokkan ke dalam tujuh berkas perkara yang berbeda, mengacu pada pasal yang disangkakan.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, sidang etik yang digelar Dewas merupakan komitmen menjaga marwah kelembagaan.

Pimpinan KPK, kata Ali, menghormati sidang proses penegakan dugaan pelanggaran etik yang sedang bergulir.

Baca juga: Dewas KPK Sebut Dugaan Pungli di Rutan KPK Mencapai Rp 6,1 Miliar

“Dalam sidang etik nanti Dewas pastinya akan memutus dugaan pelanggaran ini secara independen, sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Undang-Undang (UU) 19 Tahun 2019,” kata Ali, Kamis (18/1/2024).

Ali mengatakan, Kedeputian bidang Penindakan dan Eksekusi KPK saat ini juga tengah mengusut dugaan pungli dari sisi pidana.

Selain itu, Inspektorat KPK juga mengusut dugaan pelanggaran disiplin pegawai yang diduga terlibat dalam pungli itu.

Dugaan pungli ini ditemukan Dewas KPK sendiri pada tahun lalu. Saat itu, mereka menemukan dugaan pungli itu terjadi sejak 2020 sampai 2023 dengan nilai Rp 4 miliar.

Dewas kemudian melakukan pemeriksaan terhadap 169 orang saksi, termasuk tahanan KPK.

Mereka menyatakan telah mengantongi bukti dan menemukan uang dalam pungli itu mencapai sekitar Rp 6,148 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com