Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungli di Rutan KPK, Tahanan Disebut Bisa Pesan Makanan lewat Aplikasi Online

Kompas.com - 19/01/2024, 18:48 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut tahanan kasus korupsi di lembaga antirasuah bisa membeli makanan dari dalam jeruji besi melalui aplikasi online.

Adapun pemesanan dilakukan melalui ponsel mereka sendiri yang telah diselundupkan ke dalam rutan dengan membayar Rp 10 sampai Rp 20 juta.

Hal ini menjadi salah satu fakta dalam kasus dugaan pelanggaran etik pungutan liar (pungli) di KPK yang tengah diusut Dewas.

"Ada juga yang pesan dari luar begitu. Nanti datang nanti dibantu oleh orang, dari petugas kita ya membawa masuk," kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho saat ditemui awak media di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2024).

Baca juga: Dewas KPK Sebut Dugaan Pungli di Rutan KPK Mencapai Rp 6,1 Miliar

Menurut Albertina, kelonggaran ini merupakan salah satu fasilitas yang diterima tahanan KPK dengan membayar pungli kepada oknum petugas rutan.

Padahal, tahanan seharusnya tidak bisa membawa ponsel dan berkomunikasi dengan pihak luar.

Berdasarkan temuan Dewas KPK, Albertina mengungkapkan, untuk memasukkan handphone ke dalam rutan para tahanan mesti membayar Rp 10 sampai Rp 20 juta.

Di luar itu, mereka juga mesti membayar biaya bulanan sekitar Rp 5 juta. Sementara itu, untuk satu kali mengisi daya baterai ponsel, mereka mesti membayar sekitar Rp 200.000.

"Orang-orang yang bayar bulanan ya, itu tahanan yang bayar ya, bulanan itu ada yang Rp 5 juta, ada yang Rp 4 juta," ujar Albertina.

Baca juga: Dugaan Pungli di Rutan KPK: Selundupkan HP Rp 10 Juta-Rp 20 Juta, Sekali Ngecas Bayar Rp 200.000

Diketahui, Dewas KPK sudah mulai menyidangkan perkara dugaan pelanggaran etik oleh 93 pegawai KPK yang diduga melakukan pungli di rutan.

Mereka disidangkan dalam tujuh berkas perkara yang berbeda, mengacu pada pasal yang disangkakan.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, sidang etik yang digelar Dewas merupakan komitmen menjaga marwah kelembagaan.

Ali mengungkapkan, pimpinan KPK menghormati sidang proses penegakan dugaan pelanggaran etik yang sedang bergulir.

“Dalam sidang etik nanti, Dewas pastinya akan memutus dugaan pelanggaran ini secara independen, sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Undang-Undang (UU) 19 Tahun 2019,” kata Ali pada 18 Januari 2024.

Baca juga: Pungli di Rutan KPK Jadi Kedok Persekongkolan Petugas dan Koruptor

Ali mengatakan, Kedeputian bidang Penindakan dan Eksekusi KPK saat ini juga tengah mengusut dugaan pungli dari sisi pidana.

Selain itu, Inspektorat KPK juga mengusut dugaan pelanggaran disiplin pegawai yang diduga terlibat dalam praktik pungli tersebut.

Dugaan pungli ini awalnya ditemukan Dewas KPK pada tahun lalu. Saat itu, mereka menemukan dugaan pungli terjadi sejak 2020 sampai 2023 dengan nilai Rp 4 miliar.

Dewas kemudian melakukan pemeriksaan terhadap 169 orang saksi, termasuk tahanan KPK.

Mereka menyatakan telah mengantongi bukti dan menemukan uang dalam pungli itu mencapai sekitar Rp 6,148 miliar.

Baca juga: Dewas Sidangkan 15 dari 93 Pegawai KPK yang Terlibat Dugaan Pungli di Rutan Hari Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com