JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) membantah menerima suap maupun aliran dana dari perusahaan perangkat lunak asal Jerman, SAP SE.
Kasus dugaan suap SAP SE ke sejumlah pejabat di lingkungan pemerintah Indonesia menjadi sorotan setelah Department of Justice (DoJ) United States atau Kementerian Kehakiman Amerika Serikat (AS) merilis praktik suap perusahaan itu.
Tempus delicti atau peristiwa dugaan pidana itu terjadi pada 2015 sampai 2018.
“Saya tegaskan tidak ada dana dari luar atau dari SAP dan semacamnya,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kemensos, Agus Zainal Arifin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2024) sebagaimana dikutip dari Kompas TV.
Baca juga: Mengenal SAP, Perusahaan Asal Jerman yang Diduga Suap Pejabat KKP dan Kominfo
Zainal menyebut, selama tiga tahun terakhir Kemensos tidak melakukan pengadaan barang dan jasa berupa software.
Sebab, perangkat lunak dikembangkan di internal untuk menghemat anggaran.
“Kita anggarannya sangat sedikit untuk mengatasi kemiskinan untuk dialihkan ke sana,” tutur Agus.
Selain itu, pengadaan software seperti dari SAP membuat Kemensos harus memiliki kontrak penuh.
Di sisi lain, Kemensos melihat pengembangan software disesuaikan dengan kebutuhan program pengentasan kemiskinan.
“Karena kebutuhan kan berubah-ubah terus dan akan makin baik-baik,” tutur Zainal.
Pada kesempatan yang sama, staf Khusus Menteri bidang Pengembangan SDM dan Program Kemensos, Suhadi Lili mengatakan, produk SAP yang disebut ada di Kemensos adalah application tracking system (ATS).
Baca juga: Soal Dugaan Suap SAP Jerman ke Pejabat KKP, Trenggono: Sedang Diidentifikasi
Software ini digunakan untuk melakukan rekrutmen.
Namun, ketika pihaknya mengecek keberadaan software itu pada daftar barang milik negara (BMN), perangkat lunak itu tidak ada.
“Jadi di Pusdatin ini kami cari-cari tidak ditemukan ya adanya software ATS tersebut,” kata Suhadi.
Sementara itu, kata Suhadi, saat ini pejabat-pejabat di Pusdatin Kemensos sudah berganti. Banyak pejabat termasuk staf khusus menteri (SKM) baru mulai duduk pada 2021.
Di sisi lain, Suhadi mengatakan pihaknya tidak pernah melihat dan mengetahui perangkat lunak ATS dari SAP SE.
“Jadi dengar rekrutmen, kapan ada rekrutmen sampe butuh software sampe yang segitu, itu kita juga tidak tahu,” ujar Suhadi.
“Tapi yang jelas untuk tahu ya kita perlu cukup waktu untuk itu,” tambahnya.
Untuk diketahui, dugaan kecurangan atau suap dalam bisnis SAP SE diusut oleh Kementerian Kehakiman dan Securities and Exchange Commission (SEC), lembaga semacam Bursa Efek di AS.
Dalam dokumen yang dirilis SEC, SAP Indonesia dengan Value Added Resellers (VARs) atau resellernya disebut mencoba dan menawarkan “pembayaran tidak pantas” ke sejumlah institusi di Indonesia.
Pembayaran itu dilakukan untuk membuat kontrak menyangkut pengadaan barang dan jasa. Kementerian Sosial disebut dalam dokumen tersebut.
“(Pemberian uang) untuk memperoleh atau mempertahankan kontrak dengan pelanggan tersebut,” sebagaimana dikutip dari dokumen SEC AS yang dirilis 10 Januari kemarin.
SEC menyebut, pihak SAP Indonesia membahas suap dalam lelang pengadaan pemeliharaan ATS di lingkungan Kemensos.
Lelang itu dimenangkan oleh perusahaan yang menjadi mitra SAP Indonesia dan reseller mereka.
Baca juga: Perusahaan Software Jerman SAP Didenda Rp 3,4 Triliun karena Dugaan Suap Pejabat Indonesia
Pada pesan Account Executive SAP Indonesia yang terlibat dalam perkara ini dan seorang konsultan menunjukkan dengan jelas pembahasan “pembayaran tidak pantas”.
“Mereka dengan jelas membahas pembayaran yang tidak pantas dan permintaan yang digunakan SAP Indonesia penerbitan Surat Dukungan untuk menjamin hasil tender yang diinginkan,” kata pihak SEC.
Menurut SEC, perantara SAP Indonesia mendapatkan perpanjangan kontrak dengan Kemensos pada 2018.
“Jumlah total pendapatan SAP Indonesia yang berasal dari kesepakatan ini termasuk layanan berkelanjutan yang terkait dengan kontrak penjualan awal tahun 2015,” tulis SEC.
Sebelumnya, perusahaan perangkat lunak Jerman SAP SE didenda membayar 220 juta dollar AS untuk menyelesaikan penyelidikan Kementerian Kehakiman AS dan SEC.
Baca juga: KPK Akan Dalami Dugaan Perusahaan Software Jerman Suap KKP dan BP3TI Kominfo
Perusahaan itu dinilai melanggar Undang-Undang tentang Praktik Korupsi Asing (FPCA).
Merespons hal ini, KPK menyatakan telah berkoordinasi dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) guna menindaklanjuti putusan Kementerian Kehakiman AS.
“Selanjutnya KPK akan berkoordinasi dengan DoJ melalui kedubes (Kedutaan Besar) AS di Indonesia untuk mendapatkan informasi lebih detail,” tutur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Senin (15/1/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.