Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Temuan PPATK, KPU Tegaskan Sudah Minta Peserta Pemilu Pakai Rekening Khusus Dana Kampanye

Kompas.com - 11/01/2024, 17:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan bahwa mereka telah mengingatkan peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024 agar aktivitas pembiayaan kampanye sepenuhnya menggunakan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik mengatakan bahwa KPU sudah melakukan sosialisasi itu kepada para peserta pemilu, baik partai politik, calon anggota dewan, maupun calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Bahkan, Idham mengungkapkan, sosialisasi itu dilakukan sebelum Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye diundangkan.

Hal itu disampaikan Idham merespons pertanyaan awak media terkait temuan terbaru Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal meroketnya transaksi pada rekening pengurus partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) jelang Pemilu 2024.

Baca juga: PPATK Catat Kenaikan Transaksi Keuangan Parpol Jelang Pemilu, Totalnya Rp 80,67 Triliun

"Kami sudah melibatkan peserta pemilu dalam focus group discussion maupun uji publik Peraturan KPU tentang dana kampanye tersebut. Kami tegaskan, sebaiknya seluruh aktivitas pembiayaan kampanye itu dimasukkan ke dalam RKDK. RKDK ini setiap peserta pemilu itu hanya satu," kata Idham pada Kamis (11/1/2024).

Akan tetapi, Idham mengakui bahwa pada praktiknya, tidak seluruh transaksi berkenaan dengan kampanye dilakukan menggunakan RKDK sebagaimana pemberitaan soal temuan teranyar PPATK.

"Mengenai kejadian ini tentunya kami akan mengingatkan kembali kepada peserta pemilu agar mengefektifkan penggunaan RKDK," ujar Idham.

Namun, ia enggan mengomentari lebih jauh soal temuan PPATK karena menilai KPU tidak memiliki kapasitas membandingkan data rekening di luar RKDK maupun Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) yang diserahkan kepada KPU.

Baca juga: KPU: Pemungutan Suara Pilpres Putaran Kedua pada 26 Juni 2024

Idham mengungkapkan, undang-undang tidak mengatur KPU menangani rekening perbankan di luar RKDK untuk memantau lalu-lintas keuangan peserta pemilu.

"Kami hanya mengevaluasi penggunakan LADK dalam pembiayaan kampanye, ini sesuai atau tidak. Kalau ada rekening-rekening lainnya itu digunakan untuk transaksi keuangan tentunya itu di luar kewenangan KPU," kata Idham.

"KPU hanya menangani Rekening Khusus Dana Kampanye dan itu pun hanya sebatas merekomendasikan pembukaan Rekening Khusus Dana Kampanye dan menyampaikan Laporan Penggunaan Dana Kampanye itu kepada akuntan publik dalam pemeriksaan laporan dana kampanye nanti," ujarnya lagi.

Sebelumnya diberitakan, PPATK menemukan transaksi dari luar negeri yang mengalir ke rekening bendahara 21 partai politik menjelang Pemilu tahun 2024.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi luar negeri itu meningkat dari total 8.270 transaksi pada tahun 2022 menjadi 9.164 transaksi di tahun 2023.

Baca juga: KPU Siapkan Pilkada Serentak Sesuai Jadwal Awal pada 27 November 2024

Bendahara partai politik yang dimaksud termasuk bendahara partai di berbagai daerah. Tetapi, Ivan tidak memerinci lebih jauh bendahara partai mana saja yang terlibat.

"Ini bendahara di wilayah-wilayah segala macam. Dari 21 partai politik, pada 2022 itu ada 8.270 transaksi dan meningkat di 2023 ada 9.164 transaksi," kata Ivan dalam acara Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).

"Mereka termasuk yang kita ketahui menerima dana luar negeri," ujarnya lagi.

Seiring peningkatan transaksi, PPATK turut mencatat jumlah dana yang diterima partai-partai politik dari luar negeri. Ivan mengatakan, totalnya mencapai Rp 195 miliar pada tahun 2023.

"Di 2022 penerimaan dananya hanya Rp 83 miliar, di 2023 meningkat menjadi Rp 195 miliar," katanya.

Baca juga: PPATK Temukan Aliran Dana Rp 195 M dari Luar Negeri ke Bendahara 21 Parpol

Selain itu, PPATK menerima laporan terkait transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh sejumlah Daftar Calon Tetap (DCT) atau calon legislatif (caleg) menjelang Pemilu 2024. Total transaksi 100 DCT tersebut mencapai Rp 51,47 triliun.

Ivan juga mengatakan, pihaknya merekam 100 DCT melakukan transaksi penyetoran dana lebih dari Rp 500 juta. Dari 100 caleg tersebut saja, totalnya sudah mencapai Rp 21,7 triliun.

Adapun jumlah penarikan 100 DCT itu mencapai Rp 34,01 triliun. Lalu, 100 DCT juga menerima pengiriman dana dari luar negeri senilai Rp 7,74 triliun.

"Jadi kita menerima laporan IFTI (International Fund Transfer Instruction Report), orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu. Ada juga yang mengirimkan (uang) ke luar," ujar Ivan.

Baca juga: PPATK Terima Laporan Transaksi Mencurigakan Sejumlah Caleg, Totalnya Rp 51,47 T

PPATK sebelumnya juga menyampaikan adanya peningkatan transaksi mencurigakan sebesar 100 persen jelang Pemilu 2024.

Menurut Ivan, transaksi mencurigakan itu diduga terkait rekening khusus dana kampanye (RKDK).

Berdasarkan pengalaman PPATK, RKDK biasanya digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan kampanye sehingga seharusnya tidak flat atau diam.

Seharusnya, menurut Ivan, aliran dana RKDK bergerak karena dipakai untuk pembiayaan kegiatan kampanye.

Namun, PPATK kini justru menemukan RKDK untuk membiayai kegiatan kampanye politik cenderung flat alias tidak bergerak transaksinya.

Adapun setiap analisis yang dilakukan PPATK terkait Pemilu 2024 sudah dikirimkan ke KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baca juga: PPATK Temukan Transaksi Janggal Caleg 2024 Diduga Terkait Korupsi, Narkoba, dan Judi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Karen Agustiawan

Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Karen Agustiawan

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Nasional
Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Spesifikasi HNLMS Tromp, Kapal Fregat Belanda yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Banyak Pabrik Pindah dari Jabar dan Picu PHK, Menperin: Itu Perhitungan Bisnis

Nasional
Prabowo Bantah Pemerintahannya Bakal Terapkan Proteksionisme

Prabowo Bantah Pemerintahannya Bakal Terapkan Proteksionisme

Nasional
Klaim Tak Pernah Rekomendasikan Proyek di Kementan, SYL: Semua Harus Sesuai SOP

Klaim Tak Pernah Rekomendasikan Proyek di Kementan, SYL: Semua Harus Sesuai SOP

Nasional
Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen di 3 Tahun Pemerintahannya

Prabowo Yakin Pertumbuhan Ekonomi Capai 8 Persen di 3 Tahun Pemerintahannya

Nasional
Jelang Juni, Pemerintah Belum Putuskan Perpanjang Bansos Beras atau Tidak

Jelang Juni, Pemerintah Belum Putuskan Perpanjang Bansos Beras atau Tidak

Nasional
SYL Mengaku Tak Tahu Ada Patungan di Kementan untuk Kepentingannya

SYL Mengaku Tak Tahu Ada Patungan di Kementan untuk Kepentingannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com