"Kami tidak berkecil hati tidak disumbang oleh konglomerat," ucapnya.
Hermawi bilang, tidak adanya konglomerat yang menyumbang justru membebaskan Anies-Muhaimin dari utang budi dan beban moral jika keduanya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RI.
"Jadi curhatan Cak Imin di atas merupakan ketegasan atas idealisme dan ketegaran kami untuk memastikan bahwa pilpres akan kami perjuangkan berlangsung tanpa politik uang," tuturnya.
Memang, ketimbang dua capres-cawapres pesaingnya, Anies-Muhaimin mencatatkan dana awal kampanye paling minim. Menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Desember 2023, dana awal kampanye pasangan mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Ketua DPR RI itu hanya Rp 1 miliar.
Sementara, pada periode yang sama, capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, mencatatkan dana kampanye Rp 31.438.800.000. Lalu, dana kampanye capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mencapai Rp 23.375.920.999.
Kala itu, Muhaimin mengharapkan agar partai anggota Koalisi Perubahan, baik Nasdem, PKB, maupun Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dapat lebih banyak membantu.
"Kayak PKB ini, kan terus meminta (urunan) kepada seluruh pengurus, eksekutif legislatif untuk berpartisipasi," kata Cak Imin saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (24/12/2023).
Untuk menambal dana awal kampanye yang cekak, kata Imin, tim pemenangannya sempat berencana membuat penggalangan dana untuk menampung sumbangan dari simpatisan.
Namun, capres pasangan Imin, Anies Baswedan, tak setuju lantaran khawatir pertanggungjawabannya sulit. Ketimbang penggalangan dana ke tim pemenangan, Anies mendorong simpatisan menghimpun urunan untuk kampanye di daerah masing-masing.
"Misalnya kita datang ke satu kabupaten, teman-teman yang menyelenggarakan (acara kampanye), cari donasi di lingkungan itu, akuntabilitasnya menurut Mas Anies lebih bagus," ujar Muhaimin.
Sementara, belum lama ini Anies menyatakan bahwa dirinya hanya “bermodal dengkul” untuk berkampanye Pilpres 2024. Anies mengaku tak sanggup membuat banyak baliho, sehingga harus keliling langsung untuk berkampanye ke masyarakat.
"Modal kita itu dengkul plus. Dengkul plus itu artinya modalnya jalan saja keliling kemana-mana. Kalau yang punya uang banyak itu enggak pergi-pergi. Yang pergi-pergi itu balihonya. Balihonya di mana-mana, orangnya enggak di mana-mana," ujarnya saat menghadiri Haul Ahmad Sufyan Miftahul di Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (28/12/2023).
Baca juga: Tak Ada Sumbangan Konglomerat Bikin Cak Imin Curhat, Nasdem: Logistik Amin dari Allah dan Rakyat
"Tapi kalau yang balihonya enggak di mana-mana dan orangnya ke mana-mana, pasti ini orangnya kurang. Jadi kita masuknya rombongan yang kedua, yang banyak pergi tapi balihonya kurang." sambung dia.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini bilang, kalaupun ada baliho Anies-Muhaimin yang terpampang di jalanan, pendaannya biasanya hasil dari swadaya masyarakat sekitar.
Karena keterbatasan dana, kata Anies, baliho yang dipasang kerap kali hanya berupa lukisan tangan dan banyak yang tidak mirip dengan wajah aslinya maupun Muhaimin.
"Dan kalaupun banyak baliho di pasang, balihonya itu unik. Fotonya mirip Anies-Muhaimin. Kenapa? Karena dibuat swakarsa, swadaya, swadana," tuturnya.
Tampilan baliho juga biasanya tak menunjukkan warna khas partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Baliho sangat mungkin dicat dengan latar merah atau biru terang, warna yang identik dengan partai pendukung capres lain.
"Kan pendukungnya itu PKB hijau, Nasdem rada biru, PKS rada oranye, nah itu warnanya bisa merah bisa biru yang seberang. Pokoknya pasang spanduk. Tapi itulah perjuangan yang barangkali insya Allah gerakan orang-orang ikhlas ini nanti punya efek tular yang lebih besar," tutur Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.