Di luar dugaan, proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menjadi perdebatan paling panas dibanding tema lainnya.
Gibran, cawapres yang berpasangan dengan capres Prabowo, jelas mendukung keberlangsungan proyek IKN.
Sebagai antitesis pemerintah Presiden Joko Widodo, Muhaimin yang berpasangan dengan capres Anies Baswedan mempertanyakan keberlanjutan proyek IKN di saat masih ada prioritas pembangunan lainnya yang seharusnya bisa dikerjakan.
Sedangkan Mahfud MD, cawapres yang berpasangan dengan Ganjar Pranowo menyebut belum adanya investasi yang masuk ke IKN.
Secara keseluruhan, ketiga kandidat cawapres gamblang memaparkan misi dan visinya, pun dalam kesempatan menanggapi dan bertanya tentang esensi misi dan visi yang disampaikan masing-masing kandidat, para peserta debat mampu menanggapinya.
Harus diberi catatan, Gibran tampil percaya diri saat diberi kesempatan pertama memaparkan visi-misinya. Tampil tanpa teks seperti materi yang telah berhasil dihapalnya, ia berbicara nyaris tanpa jeda.
Kontras dengan Muhaimin yang sering melirik catatan, yang memang diperbolehkan KPU. Akibatnya, apa yang disampaikan terkesan pidato dengan membaca teks.
Sementara Mahfud MD tampil percaya diri dengan tekadnya memberantas korupsi.
Sebagai cawapres termuda sepanjang sejarah, Gibran terkesan over confidence, yang berakibat seperti "menganggap enteng" kedua lawan debatnya di sepanjang perdebatan.
Ia juga seperti mendikte cawapres lain yang menjadi lawan debatnya, padahal dari segi umur terpaut jauh. Akibatnya kesan hilangnya sopan-santun sebagai adat ketimuran menguap begitu saja.
Boleh jadi perundungan masif yang diterimanya melalui media sosial sebelum debat dimulai seperti sebutan "Samsul" (Asam Sulfat), dan "Belimbing Sayur" sebagai ejekan netizen, memberinya motivasi untuk membuat kejutan di atas panggung.
Namun pertanyaan tricky Gibran kepada Muhaimin terkesan mempermalukan lawan dan ini sungguh kurang etis dalam debat berskala nasional di depan ratusan juta pemirsa.
Muhaimin, misalnya, kerepotan menjawab pertanyaan dari Gibran mengenai State of the Global Islamic Economy (SGIE).
Jelas tidak semua orang tahu singkatan yang terasa asing terdengar di telinga masyarakat umum, sebab bisa saja cawapres lainnya membalas dengan singkatan yang tidak umum juga.
Sementara bagi Gibran, singkatan itu sudah dipersiapkan dan dihapalnya dengan baik.
Padahal, sebagaimana dikatakan Anies seusai debat cawapres, debat bukan persoalan hapalan, tetapi menyampaikan konsep dan menjawab menggunakan nalar.
Tentu Muhaimin tidak memahami pertanyaan yang dilontarkan Gibran mengenai SGIE yang belum umum dan mungkin baru terdengar oleh sementara orang itu.
Moderator debat, Alfito Deanova, sempat menanyakan apakah Cak Imin benar-benar ingin Gibran langsung menjawab mengingat waktu yang diberikan kepada Muhaimin dua menit dan jika dipakai untuk bertanya waktu dua menit itu akan habis.
Muhaimin menyatakan tidak keberatan mengingat ia tidak pernah mendengar istilah SGIE. Gibran kemudian menerangkan mengenai SGIE.
Bagi Muhaimin dan Mahfud yang biasa berdebat dan dikenal sebagai “macan debat”, panggung debat cawapres yang berlangsung Jumat malam lalu, sesungguhnya panggung buat mereka berdua.
Namun karena banyak underestimate terhadap Gibran yang sebelumnya dikesankan takut dan menghindari debat, penampilan Gibran seolah-olah menjadi "spektakuler" karena ternyata cukup mengejutkan. Bahkan Muhaimin kena "slepet" Gibran saat tidak bisa menjawab SGIE.
Mahfud pun nyaris kena "slepet" Gibran juga saat tidak menjawab persoalan yang ditanyakan Gibran tentang Carbon Capture and Storage (CSS).
"Bagaimana cara membuat regulasi Carbon Capture and Storage," kata Gibran.
Mahfud tidak menjelaskan soal CCS tersebut saat menjawab, ia hanya menjawab secara umum soal proses penyusunan regulasinya.
Tentu saja dua istilah asing dan tidak umum yang terselip dalam pertanyaan Gibran kepada dua lawan debatnya harus menjadi perhatian KPU di mana penyelenggara Pilpres 2024 itu bisa meminta penanya menjelaskan singkatan asing yang dimaksud. Ini dimaksudkan agar peserta debat lainnya tidak kebingungan.
Alhasil, Muhaimin dan Mahfud kebingungan menjawab dua singkatan asing dan tidak umum itu. Hal ini mengingatkan pada debat Pilpres 2014 saat capres Joko Widodo yang tak lain ayahanda Gibran bertanya kepada Prabowo mengenai TPID di mana istilah itu tidak dipahami oleh Prabowo.
Usai debat, Muhaimin mengatakan, pertanyaan yang mengandung singkatan teknis bisa saja dimunculkan setiap saat dan yang penting adalah, apakah akhirnya penjawab mengerti substansi dan bisa menjelaskannya secara tepat.
Anies selaku pasangan capres Muhaimin bahkan mengatakan terminologi teknis bisa dijawab dengan Google. Menurut dia, yang dibutuhkan dalam level kepemimpinan nasional adalah yang substantif dan debat cawapres bukan format cerdas-cermat.
Saat menyampaikan visi-misinya, Gibran menjelaskan bahwa pembangunan IKN yang berkelanjutan akan membuka titik pertumbuhan ekonomi baru, membuka akses, dan konektivitas, serta lapangan kerja.
IKN tak hanya menjadi bangunan pemerintah, tapi simbol pemerataan pembangunan di Indonesia dan simbol transformasi pembangunan di Indonesia.