JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Presiden Joko Widodo cenderung bermain aman menghadapi dinamika politik saat ini.
Meski hubungan Jokowi dengan partainya, PDI Perjuangan, renggang, Presiden belum terang-terangan bermain mata dengan partai politik lainnya.
“Jokowi cenderung akan memilih aman,” kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (20/12/2023).
Memang, setelah putra sulung Presiden, Gibran Rakabuming Raka, diumumkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping calon presiden (capres) Prabowo Subianto, posisi Jokowi di PDI-P menjadi problematik. Jokowi masih bernaung di bawah partai banteng, namun kehadirannya seolah tak ada.
Meski begitu, menurut Umam, Jokowi dan keluarga tak ingin terburu-buru mengambil langkah politik. Manuver Jokowi bergantung dari dinamika politik ke depan.
“Sambil wait and see, menanti perkembangan dinamika politik ke depan supaya tidak memicu serangan politik yang lebih dahsyat dari PDI-P,” ujarnya.
Baca juga: Jokowi, Dasi Kuning Golkar, Kemeja Putih Gerindra, dan Jas Biru Demokrat-PAN
Peluang rujuk antara Jokowi dan PDI-P pun diyakini masih terbuka, bergantung pada hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Umam menilai, kemarahan internal PDI-P terhadap Jokowi mungkin mereda seandainya hasil pilpres tak berpihak pada pasangan capres-cawapres yang diusung partai banteng, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Di situlah ruang negosiasi PDI-P dengan lingkaran Jokowi akan terjadi,” ucap Umam.
Namun, jika konsolidasi antara Jokowi dan PDI-P ke depan menemui jalan buntu, lanjut Umam, terbuka peluang buat Jokowi berpindah haluan ke partai politik pendukung pemerintahannya.
Golkar misalnya, yang belum lama ini menyatakan terbuka dengan Jokowi. Pun Jokowi mengaku nyaman dengan partai beringin.
Sebelumnya, Partai Amanat Nasional (PAN) juga tampak merayu Jokowi dengan menyebut bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu telah bergabung ke partai matahari putih.
Namun, menurut Umam, dari berbagai opsi, Golkar dan Gerindra paling mungkin menjadi tempat Jokowi berlabuh. Ini mengingat kedekatan Jokowi dengan Golkar ataupun Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.
“Jokowi bisa menjadikan Gerindra sebagai opsi sebagai ‘trade off’ (kompensasi) dengan Prabowo jika ia terpilih sebagai presiden mendatang,” kata Umam.
“Sedangkan Gibran bisa diarahkan ke Golkar, supaya sebaran kekuatan politiknya lebih merata dan tidak terkonsentrasi di satu titik kekuatan politik yang sama,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Diketahui, baru-baru ini, Presiden Jokowi mengaku nyaman dalam hubungannya dengan Partai Golkar. Golkar pun tak menampik bahwa ada sinyal Jokowi hendak bergabung.
Isu ini bermula ketika Jokowi mengenakan dasi berwarna kuning, warna yang menjadi identitas Partai Golkar, saat hendak berangkat kunjungan kerja ke Jepang pada Sabtu, 16 Desember 2023.
Dasi kuning yang dikenakan Jokowi mencuri perhatian karena Kepala Negara terbilang jarang mengenakan dasi warna tersebut.
Baca juga: Jokowi Dinilai Berpeluang Merapat ke Golkar, Tak Ada Hambatan Politik
“Kalau soal nyaman itu bagaimana, Pak? Nyaman enggak, Pak?" tanya wartawan ke Jokowi usai Presiden meresmikan Jembatan Otista di Bogor, Selasa (19/12/2023).
“Nyaman," jawab Jokowi yang langsung disambung tawanya.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin tidak memungkiri bahwa partainya merasakan ada sinyal Jokowi hendak bergabung. Namun, Nurul menegaskan bahwa belum ada pembicaraan formal terkait itu.
“Setahu saya belum ada pembicaraan resmi, namun sinyal-sinyal untuk itu terasa di kami, kita tunggu saja," ujar Nurul kepada Kompas.com, Selasa.
Sebelum itu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan lebih dulu menyebut bahwa Jokowi telah bergabung ke PAN dan tidak lagi menjadi bagian dari PDI-P.
"Sekarang Pak Jokowi itu partainya PAN. Sudah enggak (Partai) yang lama, ribut terus," kata pria yang akrab disapa Zulhas itu saat kampanye di Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (9/12/2023), dikutip dari Tribunnews.com.
Menanggapi pernyataan Zulhas, Jokowi menyebut bahwa PAN merupakan partai koalisi pemerintah. Sehingga, menurutnya, wajar saja jika pemerintah jadi keluarga PAN.
"PAN masuk keluarga kita, kita masuk keluarga PAN," kata Jokowi, Senin (11/12/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.