Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Setelah Kandas Praperadilan Firli Bahuri

Kompas.com - 20/12/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUGAAN skandal pemerasan oleh Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri bergulir cukup menegangkan. Aroma pertarungan bintang di antara para petinggi Polri menggelinding di tengah pengusutan kasus dugaan pemerasan itu.

Firli merasa dirinya adalah “target operasi” perlawanan balik para koruptor. Tidak sampai di situ, Firli juga menuduh “dijebak” oleh Kapolda Metro Jaya.

Asumsi dan prasangka ini semakin mempertegang suasana persidangan praperadilan Firli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tidak tanggung-tanggung, Firli menuduh Irjen Karyoto, Kapolda Metro Jaya, berada di balik “skenario” penetapan dirinya sebagai tersangka.

Tuduhan itu cukup serius karena mengisyaratkan suasana ketegangan antara para bintang di Polri. Namun secara hukum untuk membuktikan penetapan dirinya sebagai tersangka cacat prosedur, tentu tidak berpengaruh dengan asumsi tersebut.

Pasalnya, penetapan tersangka tidak berdasarkan asumsi, melainkan prosedur penegakan hukum acara.

Harusnya persoalan seperti ini tidak harus muncul sebagai argumentasi hukum untuk mendalilkan tentang prosedur penetapan tersangka yang salah (tidak sah).

Selain membawa pertentangan, tuduhan tersebut masih bersifat asumsi dan prasangka dan tidak memberikan pengaruh hukum apapun dalam proses praperadilan.

Persoalan praperadilan adalah persoalan syarat formil mengenai penetapan tersangka, tidak di luar itu. Apakah penetapan tersangka memenuhi syarat formil hukum acara atau tidak.

Sayangnya Firli dan pengacaranya mendalilkan sesuatu yang tidak memberikan keyakinan kepada hakim praperadilan mengenai prosedur penetapan dirinya tersangka.

Upaya Firli mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka akhirnya berujung sia-sia. Meski Firli telah berjuang “habis-habisan” dengan menghadirkan begawan hukum seperti Prof Yusril Ihza Mahendra, Prof Romli Atmasasmita, Natalius Pigai, dan beberapa guru besar lainnya, tapi tidak mampu membuktikan kesalahan penyidik Polda Metro Jaya menyelidiki kasus dugaan pemerasan tersebut.

Firli kalah di Praperadilan dan dengan sendirinya proses penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan Polda Metro Jaya sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum acara.

Dengan demikian, tuduhan mengenai pertarungan bintang di tubuh Polri dan tuduhan mengenai intervensi Irjen Karyoto menjadi asumsi belaka, tidak dapat dibuktikan.

Setelah Putusan Praperadilan dibacakan dan Permohonan Praperadilan ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka status tersangka Firli Bahuri sah dan justru semakin menguatkan dugaan pemerasan dalam proses penanganan korupsi di Kementerian Pertanian oleh Ketua KPK non-aktif Firli.

Menuju peradilan etika

Kekalahan Firli Bahuri di Praperadilan PN Jaksel akan menjadi bagian penting untuk membuktikan pelanggaran etik Firli yang akan disidangkan oleh Dewan Pengawas KPK.

Persidangan Dewas yang ditunda karena permintaan Firli dengan alasan menunggu putusan PN Jaksel adalah bagian dari pelanggaran etik, karena tidak menghargai prosedur di internal KPK mengenai penyelesaian pelanggaran etik.

“Kenakalan” Firli ini membuat Dewas semakin terbebani, karena harus menjadwal ulang pemanggilan saksi-saksi dan semua agenda persidangan yang sudah ditentukan.

Tentu ini memperlihatkan bagaimana Firli Bahuri tidak menghargai peradilan etik. Dewas seperti lembaga pengawas yang menuruti kemauan para pelanggar etik.

Kelemahan posisi Dewas KPK inilah yang dimanfaatkan oleh pelanggar kode etik di KPK untuk mempermainkan Dewas semau mereka.

Kedepan Dewas KPK harus diberi kewenangan yang lebih kuat untuk mengawasi perilaku insan KPK. Hukuman yang bisa diberikan bukan hanya meminta mengundurkan diri, tapi Dewas bisa memberhentikan langsung Insan KPK yang terbukti melanggar etik berat.

Terlepas dari posisi Dewas yang sangat “lemah” dihadapkan Pimpinan KPK, Dewas harus menggunakan kekuasaannya secara maksimal dan progresif untuk membuktikan pelanggaran etik insan KPK yang nakal.

Sementara itu, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri sebetulnya sangat sederhana. Dewas dapat menggali dari bukti-bukti yang sudah tersedia dan mengagendakan sidang maraton supaya ada kepastian hukum dan keadilan bagi semua.

Etik adalah masalah yang paling fundamental dalam diri para pejabat. Kalau pejabat sudah tidak beretika, maka perilakunya akan menyalahi norma kepantasan, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan tentunya tidak memiliki integritas, kejujuran, dan tidak memiliki sifat adil.

Pada akhirnya, KPK menjadi semakin kehilangan wibawanya secara kelembagaan. Luruhnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga KPK juga dapat dinilai secara etik.

Dikaitkan dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri, KPK benar-benar mengalami kemerosotan dan dikiritik secara meluas. Ini harus menjadi dasar Dewas untuk lebih progresif menyelesaikan kasus ini.

Firli diduga melakukan sejumlah pelanggaran, yakni mengadakan pertemuan dengan Syahrul Yasin Limpo, tidak mengisi LHKPN secara jujur, menyewa rumah di Kartanegara, Jakarta. Pelanggaran-pelanggaran ini harus dihadapi oleh Firli dalam sidang etik nanti.

Bukti-bukti itu cukup terpampang dengan jelas, tinggal membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran etik terjadi dalam dugaan tersebut.

Lalu bagaimana dengan dugaan-dugaan pelanggaran itu?

Setelah Praperadilan Firli tidak dapat diterima oleh PN, maka bukti pertemuan Firli dengan SYL menjadi bukti kuat adanya pelanggaran etik dalam pertemuan tersebut.

Sebab salah satu bukti petunjuk yang digunakan oleh Penyidik Polda adalah pertemuan keduanya.

Tidak bisa dielakkan bahwa pertemuan antara pimpinan KPK dengan seseorang yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang ditangani KPK adalah pelanggaran etik berat.

Firli telah beberapa kali bertemu dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan langsung dengan kasus yang sedang ditangani KPK.

Jadi tidak mengherankan kalau hal itu terjadi secara berulang-ulang. Ini merupakan pelanggaran serius dan sudah sewajarnya dijatuhi hukuman etik berat.

Apalagi dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK kepada pihak yang memiliki hubungan dengan kasus yang ditangani KPK, tentu itu extra ordinary crime.

Karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan oknum lembaga antikorupsi menerima rasuah dengan cara-cara lebih kasar dibanding koruptor. Pemerasan adalah tindakan yang sangat memalukan.

Oleh sebab itu, besar harapan masyarakat kepada Dewas KPK untuk segera menyelesaikan sidang dugaan pelanggaran etik agar keributan yang terjadi segera selesai dan mendapatkan kepastian.

Dewas tidak mengadili pelanggaran hukum, tetapi mengadili pelanggaran etika, dan masalah etika adalah masalah yang paling mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

KPK dituntut untuk menjadi lembaga yang paling diandalkan untuk menjadi teladan integritas. Apabila insan KPK sudah kehilangan integritas, maka negara ini akan “dikiamatkan” oleh koruptor. Tugas Dewas untuk mengembalikan KPK menjadi lembaga Anti-Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com